Senin 22 Nov 2021 16:59 WIB

Pentingnya Survei Antibodi demi Jaga Tren Landai Kasus Covid

Pemerintah diminta tiru India yang rutin gelar survei antibodi terhadap penduduknya.

Warga melintas di samping papan elektronik tentang Covid-19 di Kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Kamis (11/11). DKI Jakarta saat ini diyakini sebagai daerah di mana mayoritas penduduknya telah memiliki antibodi Covid-19 sehingga kasus positif Covid-19 dalam tren melandai. (ilustrasi)
Foto:

Jika Prof Tjandra meminta pemerintah menegakkan sero survei, Ketua Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengingatkan pentingnya tracing yang kuat sebagai standar utama dalam mengendalikan Covid-19.

"Memutus rantai penularan dengan mengisolasi mereka yang terkonfirmasi positif dan yang melakukan kontak erat. Itu yang harus kita kuatkan," kata Masdalina dalam diskusi daring, Senin.

Menurut Masdalina, cepatnya penularan virus varian Delta harus dijadikan pelajaran. Dia menjelaskan, ketika ada satu virus varian Delta masuk ke satu wilayah dan tidak diisolasi maka dia akan meluas dengan cepat, terlepas dari ada atau tidak adanya mobilisasi.

Oleh karena itu, penegakan tracing menjadi sangat menentukan dalam pengendalian Covid-19. Ia mencontohkan kondisi saat ini di mana, mobilitas warga sudah seperti layaknya tidak ada pandemi, namun kasus Covid-19 relatif melandai.

"Atau saat ini, 12 minggu terakhir, PPKM ada di atas kertas, tapi faktanya mobilisasi warga sudah sama seperti tidak ada pandemi. Apakah kasusnya naik? Tidak," tambah Masdalina.

Tidak adanya kenaikan kasus Covid-19 meski mobilitas warga sudah hampir kembali normal, kata Masdalina, disebabkan oleh teknik pengendalian yang tepat. Teknik pengendalian itu adalah tracing dan isolasi di tempat di mana ditemukan kasus Covid-19.

"Jadi selama kita mengikuti prosedur pengendalian yang tepat, maka akan terkendali," ujar Masdalina.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry mengatakan, Indonesia masih perlu mewaspadai potensi lonjakan kasus positif Covid-19. Pemerintah mempelajari bahwa kasus positif Covid-19 dapat melonjak setelah libur panjang, karena mobilitas masyarakat meningkat tidak hanya antarkota di dalam negeri.

"Perkiraan terburuk, kasus akan naik sekitar 430 persen sampai 1 Maret 2022 kalau kita tidak melakukan upaya ketat, memperlemah penerapan protokol kesehatan, vaksinasi tidak mencapai target, dan testing serta tracing menurun," kata Sonny dalam sebuah webinar, Senin (22/11).

Dalam 13 minggu setelah Natal dan tahun baru 2020, kasus positif Covid-19 meningkat hingga 398 persen. Begitu pula saat varian Delta mulai menyebar di Indonesia setelah Idul Fitri 2021, kasus positif Covid-19 meningkat hingga 900 persen dalam 8 minggu.

Namun demikian, dalam 2,5 bulan terakhir kasus positif harian berhasil diturunkan dari sekitar 56 ribu menjadi 314 kasus. Sementara itu, kasus aktif dapat diturunkan dari puncaknya 547 ribu menjadi 8 ribu.

"Kenapa kita bisa seperti itu, salah satunya kita belajar dari negara lain. Apa yang menyebabkan kasus kita bisa menurun, pertama penerapan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) secara disiplin dan konsisten," katanya.

Untuk menjaga agar kasus positif Covid-19 tidak melonjak terutama setelah Natal dan tahun baru, pemerintah memperketat skrining bagi masyarakat dari luar negeri yang hendak masuk, menghapus cuti bersama Natal, membatasi pergerakan masyarakat, memperketat penerapan protokol kesehatan yang dipantau melalui aplikasi PeduliLindungi, dan mengawasi penerapan kebijakan sampai ke tingkat administratif terendah. Di samping itu, vaksinasi Covid-19 khususnya untuk orang lanjut usia juga terus digencarkan.

 

photo
RI Butuh 59 Juta Dosis Vaksin Covid-19 untuk Vaksinasi Anak - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement