REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Aliansi Buruh meminta Gubernur Aceh kembali menyesuaikan atau menaikan upah minimum provinsi (UMP) di Aceh tahun 2022 sebesar Rp 3,6 juta dari sebelumnya Rp 3,1 juta per bulan. "Kita menuntut Gubernur Aceh untuk menaikan UMP Aceh tahun 2022 menjadi sebesar Rp 3,6 juta," kata Ketua Aliansi Buruh Aceh Saiful Mar.
Tuntutan penyesuaian UMP Aceh tersebut disampaikan Aliansi Buruh Aceh dalam aksi damai yang digelar di kantor Gubernur Aceh di Banda Aceh, Rabu (17/11). Saiful menyampaikan, November ini merupakan penentuan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota, penyesuaiannya diatur berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan yang merupakan aturan turunan dari UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja (Omnibus Law). Aturan baru tersebut, kata Saiful, sama dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Dimana besaran penyesuaian upah tidak lagi dilihat dari hasil survey kebutuhan hidup layak, sehingga secara sistem telah merugikan pekerja/buruh.
Selain itu, lanjut Saiful, pihaknya juga meminta Pemerintah Aceh memberlakukan Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang ketenagakerjaan serta dapat disesuaikan dengan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Sehingga ada perbedaan antara Aceh dengan daerah lainnya.
"Permintaan jumlah UMP sebesar Rp3,6 juta ini telah sesuai dengan rata-rata hasil survei mandiri kebutuhan hidup layak (KHL) di sembilan kabupaten/kota di Aceh," ujarnya.
Saiful menambahkan, saat ini buruh Aceh juga sedang berupaya untuk merevisi Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tersebut karena dinilai tidak relevan lagi dengan pekerja/buruh di Aceh sejak disahkannya UU Omnibus Law. "Kita juga mendesak DPR Aceh dan Gubernur Aceh segera melakukan revisi Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang ketenagakerjaan dengan perlindungan menyeluruh bagi seluruh pekerja di Aceh," kata Saiful Mar.
Sementara itu, Asisten II Pemerintah Aceh Mawardi menilai apa yang disampaikan para buruh Aceh tersebut masuk akal dari sisi tuntutan keadilan karena merasa UMP saat ini masih rendah. "Artinya yang disampaikan itu bagian dari permohonan supaya pemerintah memberi upah yang layak dan kemudian menetapkannya dalam satu kebijakan," kata Mawardi.
Dengan adanya kebijakan pemerintah, lanjut Mawardi, maka perusahaan yang bergerak di Aceh dapat membayarkan upah kepada pekerjanya dengan harga yang wajar. "Buruh menginginkan kesejahteraan dengan suatu nilai yang wajar, supaya mereka tidak dirugikan, dan ini tetap akan kita sampaikan kepada pimpinan (Gubernur Aceh)," ujar Mawardi.