Selasa 16 Nov 2021 21:29 WIB

RUU Kekerasan Seksual Segera Disahkan?

Ada lima jenis kekerasan seksual dalam Rancangan UU TPKS.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Muhyiddin, Antara/ Red: Ratna Puspita
Ketua panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menargetkan, RUU ini segera disahkan menjadi inisiatif DPR dalam waktu dekat ini. (Ilustrasi)
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Ketua panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menargetkan, RUU ini segera disahkan menjadi inisiatif DPR dalam waktu dekat ini. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya menargetkan, RUU ini segera disahkan menjadi inisiatif DPR dalam waktu dekat ini. Ia optimistis akan terbangun kesepahaman dan mufakat di antara fraksi-fraksi terkait poin-poin yang ada dalam RUU tersebut.

"Pokok-pokoknya kami semua bisa bersepakat. Insya Allah akan terjadi titik temu dan secara keseluruhan, RUU ini akan siap disahkan menjadi RUU inisiatif DPR," ujar Willy di Jakarta, Selasa (16/11).

Baca Juga

Dia mengatakan, RUU TPKS telah menapaki babak baru. Setelah melalui perdebatan cukup alot, RUU tersebut sudah mengerucut pada klausul-klausul yang bisa disepakati oleh seluruh fraksi. 

Willy mengatakan, Panja hanya memasukkan lima jenis kekerasan seksual dalam RUU tersebut. Kelima jenis kekerasan seksual tersebut adalah pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, dan eksploitasi seksual.

Ia menjelaskan, beberapa klausul penting yang menjadi perkembangan dalam RUU ini adalah penegasan tentang pencegahan terhadap TPKS serta fokus perlindungan terhadap korban. “Di RUU ini, korban benar-benar menjadi perhatian kita. Korban tidak hanya dilindungi tetapi juga mendapatkan penanganan, perlindungan, dan pemulihan terkait kasus kekerasan yang dialami olehnya," ujar Willy.

Terkait perspektif korban, ia mengatakan, perlindungan terhadap korban menjadi titik tekan karena seberat apapun pelaku dihukum tidak akan berdampak apapun terhadap korban. Karena itu, ada bab khusus tentang korban, keluarga korban, dan saksi, serta fokus kepada perempuan, anak, dan kaum disabilitas. 

“Selama ini hal tersebut merupakan ruang kosong yang perlu diisi dalam RUU TPKS, karena bagaimana memuliakan perempuan dan melindungi anak serta kaum disabilitas," katanya.

Dia mengatakan, RUU TPKS juga memuat perspektif aparat penegak hukum. Pada kasus kekerasan seksual pasti terjadi relasi kuasa sehingga korban merasa enggan untuk melaporkan kasusnya kepada penegak hukum.

Baca Juga

Karena itu menurut dia, sejak awal Panja RUU TPKS sudah melibatkan Polisi dan Kejaksaan dan beberapa lembaga terkait seperti Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Komnas Perempuan dilibatkan agar ada pembagian kewenangan serta partisipasi publik.

Selain itu, ia mengatakan, beberapa klausul baru dalam RUU ini adalah upaya pencegahan bagi kaum disabilitas dan anak yatim. Kekerasan seksual berbasis digital juga diusulkan masuk dalam RUU ini.

Ketika disahkan nanti, RUU TPKS akan menjadi payung hukum acara bagi seluruh tindak pidana kekerasan seksual. Dengan demikian, koridor hukumnya akan semakin jelas bagi perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

Menurut dia, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual belum optimal dalam memberikan pencegahan dan pelindungan serta memenuhi kebutuhan korban kekerasan seksual. 

Sebelumnya, dukungan terhadap pengesahan RUU TPKS datang dari berbagai pihak baik elite politik maupun aktivis. Bulan lalu, Wakil ketua MPR RI Lestari Moerdijat berharap pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU-TPKS) segera tuntas untuk mempertegas hak-hak korban kekerasan seksual.

Ia mengatakan, kehadiran aturan ini akan menjadi instrumen untuk memberikan kepastian hukum agar negara berperan aktif dalam melindungi hak-hak para korban kekerasan seksual.

Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Gus AMI) juga mengutarakan desakan agar RUU TPKS segera disahkan untuk melindungi anak-anak serta kaum perempuan Indonesia. “Pemerintah dan DPR perlu mempercepat pengesahan untuk bisa memulai langkah-langkah pencegahan kejahatan seksual untuk mampu memberi perlindungan efektif kepada anak-anak dan kaum perempuan Indonesia," ujanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (9/10).

Selain itu, para aktivis perlindungan perempuan dan anak di Maluku mendukung pengesahan RUU TPKS karena menjamin pemerintah sebagai penyelenggara negara melindungi para korban kekerasan seksual. Direktur Eksekutif Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI) Agus Hasan Hidayat berharap agar RUU TPKS mengakui kesaksian dari penyandang disabilitas mental dan intelektual.

"Saya harap keterangan mereka (penyandang disabilitas mental dan intelektual) sebagai korban dipertimbangkan secara serius oleh para pembuat RUU ini," kata Agus.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), hingga Juli 2021, terdapat 5.463 kasus kekerasan terhadap anak. Dari total kasus kekerasan pada perempuan dan anak, sebanyak 5.198 kasus terjadi di lingkup rumah tangga.

photo
Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement