Rabu 17 Nov 2021 01:20 WIB

Pengusaha Nilai Penetapan Harga Tes PCR Jangan Dipukul Rata

Ada banyak komponen dalam pemeriksaan PCR.

Petugas kesehatan melakukan tes usap polymerase chain reaction (PCR) COVID-19 (ilustrasi)
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Petugas kesehatan melakukan tes usap polymerase chain reaction (PCR) COVID-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Tetap Bidang Kesehatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Titi Rusdi menilai penetapan harga layanan tes reverse transcription polymerasechain reaction (RT-PCR) tidak bisa dipukul rata. "Investasi buka lab (laboratorium) itu lumayan, kalau ada satu atau dua lab yang mungkin beda harganya murah sekali, terus jadi acuan pemerintah, menurut saya kurang fair," katanya dalam webinar bertajuk "Menakar Kualitas PCR dengan Kebijakan Pemerintah dalam Penetapan Harga PCR Test" di Jakarta, Selasa (16/11).

Menurut pemilik perusahaan penyedia tes PCR Kalgen Innolab itu, ada perbedaan manajemen di setiap laboratorium. Titi mengatakan ada banyak komponen dalam pemeriksaan PCR, tidak hanya reagen, tapi juga ada laboratorium dengan ruangan khusus, memiliki Hepa Filter. Belum lagi tenaga kesehatannya.

Baca Juga

"Kami kesulitan cari tenaga kesehatan untuk di lab. Ada beberapa perawat kami interview, tiba-tiba pihak keluarganya tidak setuju karena risiko tinggi. Jadi banyak hal yang perlu dipikirkan," imbuhnya.

Titi juga menjelaskan manajemen lab tentunya akan mengutamakan kualitas pemeriksaan dan layanan. Selain soal komponen pemeriksaan, infrastruktur pun jadi pertimbangan penting karena lab akan memeriksa virus dengan risiko tinggi.

"Kita juga harus pakai sarung tangan medis, hazmat, dan setiap ganti pasien juga ganti. Semprot-semprot, komponennya banyak sekali. Belum lagi tenaga kesehatan khusus dan tersertifikat," katanya.

Dengan semua komponen itu, menurut Titi, tentu akan ada perbedaan layanan yang ditawarkan perusahaan. Begitu pula biaya yang dikeluarkan.

Menyusul penetapan batas tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR sebesar Rp 275 ribu untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp 300 ribu untuk wilayah luar Jawa-Bali, Titi mengatakan pihaknya mengambil langkah efisiensi, termasuk mengurangi karyawan. "Kami melakukan efisiensi di semua komponen, misal negosiasi ulang dengan vendor, juga lakukan penghematan. Terus terang, ada pengurangan beberapa karyawan juga. Misal yang kontrak itu tidak diperpanjang karena tes juga berkurang saat ini. Ini semua kita lakukan agar kita bisa tetap menjaga kualitas layanan," tutup Titi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi,dan Kesehatan BPP Hipmi Sari Purnomo mengatakan pengusaha dengan tegas akan mengutamakan kualitas dalam layanan pemeriksaan PCR. Namun, lanjut Sari, pengusaha juga ingin ikut menghadirkan solusi terbaik soal kualitas tes PCR dengan harga yang saling menguntungkan.

Pasalnya, menurut dia, memberikan layanan pemeriksaan dan menyiapkan ketersediaan tempat pengetesan tidak murah dan perlu perizinan khusus. "Kami dari pengusaha tidak ingin jadi korban yang disudutkan masyarakat dengan adanya penetapan harga yang dikeluarkan pemerintah. Kami juga tidak ingin kasus penggunaan antigen bekas, hingga penurunan kualitas jadi imbas dari harga yang diturunkan," kata pengusaha penyedia tes PCR Smartcolab itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement