Selasa 09 Nov 2021 18:21 WIB

Misbakhun Pertanyakan Kebijakan Menkeu

Ia merasa sangat kaget dengan adanya mekanisme cadangan PEN.

Misbakhun
Foto: Istimewa
Misbakhun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mempertanyakan istilah 'dana cadangan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)' yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Menurut Misbakhun, semua pembiayaan PEN harus masuk di APBN. Ia merasa sangat kaget dengan adanya mekanisme cadangan PEN.

“Setahu saya PEN ini, kan, bagian dari APBN. Kemudian kita mention sebagai program PEN karena itu prioritas untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi," ujar Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (9/11).

Dalam raker itu, Sri Mulyani menyampaikan rencananya menambah penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 53,1 trilun untuk menyuntik BUMN pada tahun ini.

Dia memerinci Rp 33 triliun untuk PMN merupakan dana cadangan PEN, sedangkan Rp 20,1  triliun adalah pemanfaaran saldo anggaran lebih dari APBN 2021.

Namun, Misbakhun menilai rencana Menkeu Sri Mulyani soal pemanfaatan SAL berpotensi menyalahi Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Legislator Parta Golkar itu juga merujuk pada pendapat mantan Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati soal perencanaan APBN tidak boleh menetapkan besaran SAL.

"UU Keuangan Negara mengatakan begitu. Jadi, kalau kita mengatakan bahwa nanti SAL akan sebesar itu, berarti kita sudah merencanakan akan ada SAL untuk APBN kita," kata Misbakhun.

Mantan PNS di Direktorat Jenderal Pajak itu menegaskan bahwa SAL di APBN 2021 baru ada pada 31 Desember 2021.

"Kita tidak bisa merencanakan sesuatu yang belum ada barangnya, karena kita merencanakan anggaran lebih pun tidak boleh," tegasnya.

Selain itu, Misbakhun juga menanyakan soal mekanisme keluarnya persetujuan soal penggunaan dana dana cadangan PEN untuk menyuntik BUMN. Alasannya,

Apakah cukup dibuktikan bahwa itu terjadi dan kemudian di LKPP dibuktikan dan kemudian diaudit oleh BPK dan disetujui?, apakah cukup seperti itu tanpa persetujuan kita (DPR

"Apakah kewenangan penuh bendahara negara (Menkeu) tanpa persetujuan dari siapa pun? Apakah cukup dibuktikan bahwa itu terjadi dan kemudian di LKPP dibuktikan dan kemudian diaudit oleh BPK dan disetujui? Apakah cukup seperti itu tanpa persetujuan kita (DPR, red)" tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement