REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta membatasi kunjungan wisatawan khususnya di Malioboro hanya selama dua jam. Hal ini dilakukan untuk memperkecil gerak wisatawan di masa PPKM level 2.
Pasalnya, dalam beberapa pekan belakangan kunjungan wisatawan ke Kota Yogyakarta meningkat, terutama saat akhir pekan (weekend). Meningkatnya kunjungan wisata juga memungkinkan terjadinya penularan Covid-19.
Wisatawan yang masuk ke Yogyakarta pun diwajibkan untuk menggunakan aplikasi Sugeng Rawuh. Aplikasi ini akan memberitahu lama kunjungan wisatawan selama mengakses tempat wisata.
"Ini respons kami untuk mengatur kegiatan wisata bisa dilakukan, tapi memperkecil gerak yang memungkinkan adanya potensi (penularan Covid-19) yang terjadi, maka dibatasi jam kunjungannya," kata Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi saat ditemui di ruangannya belum lama ini.
Untuk mengatur pergerakan wisatawan, pihaknya juga telah menerapkan kebijakan one gate system. Sistem ini sudah diterapkan tiap hari, yang sebelumnya hanya diberlakukan pada weekend.
Melalui one gate system, bus wisata harus menjalani pemeriksaan yang dipusatkan di Terminal Giwangan. Jika lolos pemeriksaan, maka bus wisata diperbolehkan untuk mendapatkan tempat parkir yang ditandai dengan stiker.
Untuk parkir bus wisata sendiri hanya diperbolehkan selama tiga jam. "Dibatasi kendaraannya, kalau sudah dapat stiker itu argonya sudah jalan 3,5 jam. Saat keluar (dari Terminal Giwangan) kita hitung setengah jam ke tempat parkir. Kalau (mereka pakai waktu parkir untuk) jalan-jalan dan habis waktu parkirnya, maka tidak bisa masuk tempat parkir ketika jamnya sudah habis," ujarnya.
Melalui kebijakan-kebijakan yang diterapkan di masa PPKM level 2 ini, diharapkan penyebaran Covid-19 juga dapat semakin ditekan. Sebab, di Provinsi DIY sudah ada beberapa klaster baru penularan Covid-19 yang ditemukan.
Meskipun begitu, di Kota Yogyakarta belum ditemukan adanya klaster baru hingga saat ini. Baik klaster di destinasi wisata, klaster sekolah maupun klaster di masyarakat.
"Klaster ini kalau kita lihat dari kasus (di daerah) lain sebarannya juga tinggi. Tidak ada cara lain (mencegah Covid-19) selain memperketat protokol kesehatan," jelas Heroe.