Selasa 02 Nov 2021 17:25 WIB
Kondisi nelayan diperparah oleh naiknya pendapatan negara bukan pajak.

Nasib Nelayan Terpuruk, Banyak Juragan Jual Kapal Ikannya

Kebijakan

Rep: Nilis Sri Handayani  / Red: Ilham Tirta
Perahu nelayan lego jangkar di sekitar perairan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (5/2/2021).
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Perahu nelayan lego jangkar di sekitar perairan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (5/2/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU –- Kondisi nelayan di Kabupaten Indramayu tengah mengalami masa sulit sejak pandemi Covid-19. Hal itu membuat sejumlah juragan kapal di sentra perikanan Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, terpaksa menjual kapalnya.

Sekretaris Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra Desa Karangsong, Guntur Surya Permata menyebutkan, pandemi Covid-19 yang mulai melanda Cina sejak akhir 2019, telah berdampak pada ekspor ikan dari nelayan Karangsong ke negara tersebut. Kondisi itu semakin parah karena pandemi Covid-19 menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Pemasaran ikan dari Desa Karangsong ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk ekspor ke Cina, Taiwan, dan India, menjadi terhambat. Akibatnya, harga ikan menjadi anjlok. "Pendapatan kita turun 40 persen, sudah dua tahun terakhir ini,’’ ujar Guntur,  Selasa (2/1).

Di samping harganya yang turun, hasil tangkapan ikan di laut juga menurun. Contohnya kapal yang melaut di perairan Papua, biasanya hanya butuh waktu sekitar empat bulan Kini, harus menghabiskan waktu tujuh hingga sembilan bulan.

Kondisi itu otomatis berdampak pada meningkatnya kebutuhan solar maupun perbekalan para anak buah kapal (ABK). Padahal, harga solar industri maupun biaya perbekalan mengalami kenaikan.

Guntur mencontohkan, kapal berukuran 60 GT membutuhkan 32 ton solar untuk melaut. Dengan harga solar sekitar Rp 10 ribu per liter, maka biaya solar sudah menyedot banyak ongkos produksi saat melaut. "Sedangkan harga solar sudah mendekati harga ikan saat ini,’’ tutur Guntur.

Kondisi itu diperparah dengan naiknya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang digulirkan pemerintah beberapa waktu yang lalu. Ketua Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN), Kajidin menyatakan, kebijakan pemerintah itu telah membuat nasib nelayan yang sudah terpuruk, menjadi lebih terpuruk lagi. Bahkan, tak sedikit juragan kapal di Desa Karangsong yang terpaksa menjual kapalnya karena tak mampu membiaya operasional kapal tersebut.

"Biasanya di sini banyak yang buat kapal, sekarang jarang, malah dijual,’’ kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT) itu.

Kapal-kapal yang dijual tersebut bervariasi bobotnya. Dari yang mulai seharga ratusan juta rupiah, hingga ada yang mencapai Rp 3 miliar. Tak hanya itu, banyak pula kapal yang sedang dalam proses pembuatan, akhirnya menjadi mangkrak.

"Jadi, dalam kondisi pandemi Covid-19, harga ikan turun, pemasaran dan ekspor tersendat, ditambah harga BBM naik, harga perbekalan naik dan PNBP naik, nelayan saat ini menjerit,’’ tukas Kajidin.

Kajidin berharap, pemerintah terutama Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) bisa berpihak pada nasib nelayan. Selama ini, nelayan telah memberikan kontribusi yang besar pada negara.

Selain itu, khusus di Karangsong, Kajidin juga meminta ada perhatian lebih dari pemerintah untuk membenahi kondisi pelabuhan Karangsong. Apalagi, produksi ikan yang dihasilkan para nelayan Karangsong sangat tinggi.

Sebagai contoh, pada Oktober 2021, hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di tempat pelelangan ikan (TPI) Karangsong mencapai rata-rata 50 ton per hari. Besaran produksi itu setara dengan nilai sekitar Rp 900 juta per hari.

Nilai itu jauh lebih besar dari pelabuhan lainnya, termasuk yang berstatus pelabuhan perikanan nusantara (PPN). Kajidin menyebutkan, salah satu bentuk minimnya perhatian pemerintah pada pelabuhan Karangsong adalah yang menyangkut pengerukan muara. Dia mengatakan, untuk melakukan pengerukan, para pemilik kapal harus mengeluarkan sendiri biayanya sekitar Rp 1,5 miliar per tahun.

"Kita prihatin, kontribusi yang kita berikan full, tapi perhatian yang diberikan pemerintah tidak full,’’ tandas Kajidin. 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement