Selasa 02 Nov 2021 16:44 WIB

Seharusnya Pejabat Publik tak Boleh Berbisnis

Wajar jika masyarakat curiga adanya bisnis tes PCR ketika kebijakan berubah-ubah.

Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nawir Arsyad Akbar/Amri Amrullah

 

Seorang pejabat publik tak seharusnya memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk kepentingan bisnisnya. Jika benar di negeri ini ada dugaan keterlibatan pejabat pemerintah dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR), maka itu yang disayangkan Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR Achmad Baidowi.

"Pejabat itu tidak boleh berbisnis, ada konflik kepentingan. Kalau yang berbisnis orang lain atau saudaranya itu bisa, ini kalau secara langsung tidak boleh," ujar Baidowi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/11).

Dia pun menilai wajar jika masyarakat curiga adanya bisnis tes PCR ketika kebijakan pemerintah selalu berubah-ubah. Di samping harga tes PCR yang tinggi, tentu memberatkan masyarakat yang ingin bepergian dengan pesawat.

"Jangan-jangan ini ada yang berkepentingan di balik PCR ini harus didukung policy, dengan kebijakan, maka kemudian PCR harus diperbanyak atau seperti apa," ujar Baidowi.

"Kecurigaan itu harus dijawab ya, silakan saja aparat penegak hukum menelusuri itu benar atau tidaknya," sambungnya.

Adalah Koalisi Masyarakat Sipil untik Kesehatan dan Keadilan yang mengumpulkan data terkait perputaran uang warga yang membayar tes PCR selama pandemi Covid-19. Mereka yang terdiri dari ICW, YLBHI, LaporCovid-19, dan Lokataru ini mencatat, setidaknya ada lebih dari Rp 23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tersebut.

"Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih," kata anggota koalisi dari LaporCovid-19, Amanda Tan dalam keterangannya, Ahad (31/10).

Menurut dia, ketika ada ketentuan yang mensyaratkan penggunaan PCR untuk seluruh moda transportasi, perputaran uang dan potensi keuntungan yang didapatkan tentu akan meningkat tajam. Kondisi tersebut menunjukan bahwa Pemerintah gagal dalam memberikan jaminan keselamatan bagi warga.

 

photo
Petugas kesehatan memeriksa sampel lendir saat tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR). (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement