Senin 01 Nov 2021 00:15 WIB

'Tujuh Aspek Tata Ulang Kesehatan Global'

Dibutuhkan tatanan global yang baru untuk mendukung pencegahan dan perlindungan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Prof Tjandra Yoga Aditama.
Foto: Antara
Prof Tjandra Yoga Aditama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, terdapat tujuh aspek untuk menata ulang kesehatan global. Pernyataan ini menanggapi sambutan Presiden Joko Widodo pada KTT G20 di Italia Sabtu (30/10) kemarin.

"Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan yang menyampaikan pesan yang amat kuat, “Dunia harus melakukan Tata Ulang Arsitektur Ketahanan Kesehatan Global”, sebagaimana juga disampaikan Presiden Jokowo pada Sidang Umum PBB September bulan yg lalu. Tentu pengertian “Tata Ulang” cukup luas, dan saya usulkan sedikitnya 7 aspek yang mungkin perlu dikaji lebih mendalam," kata Tjandra dalam keterangannya, Ahad (31/10).

Pertama, pandemi Covid-19 harus menjadi katalis untuk perubahan yang sistematis dan mendasar. Dibutuhkan tatanan global yang baru untuk mendukung pencegahan dan perlindungan terhadap kemungkinan pandemi di masa datang. "Ini harus dilakukan sekarang," tegasnya.

Kedua, sehubungan aktivitas kesehatan lintas batas negara, maka alangkah baiknya mengacu pada “International Health Regulation (IHR)”. Salah satunya, terkait aturan mengenai pandemi tidak ada dalam “International Health Regulation”.

"Yang ada hanyalah istilah “Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Padahal pandemi lah yang sekarang memporak pandakan dunia," ucapnya.

"Pada 2011 ketika saya menjadi anggota “The International Health Regulations Review Committee” sudah kami simpulkan bahwa dunia tidak siap menghadapi pandemi H1N1 ketika itu ("the world is ill-prepared”). Sepuluh tahun kemudian, pada 2021 “Independent Panel for Pandemic Preparedness and Response” kembali menyebut dunia tidak siap menghadapi pandemi, kali ini disebut sebagai “the world was not prepared”," sambungnya.

Artinya, dengan upaya penerapan IHR selama 10 tahun sejak 2011 sampai 2021 maka dunia tidak juga siap menghadapi pandemi. Tentunya, lanjut Tjandra, masih ada berbagai aspek lain dari “International Health Regulation” yang perlu dikaji untuk menilai apakah masih relevan dan atau perlu perubahan mendasar.

"Mungkin diperlukan suatu aturan yang lebih baik, lebih lengkap dan punya aspek legal yang lebih kuat, dalam bentuk “Pandemic Framework Convention"," ujarnya.

Sebagai anggota WHO dan apalagi Presidensi G 20 maka Indonesia tentu punya peran penting dan bahkan kepemimpinan strategis untuk mengkaji IHR dan pembentukan Konvensi Pandemi untuk menyelamatkan dunia ini.

Ketiga, lanjut Tjandra, dunia dan semua negara harus melakukan investasi untuk program persiapan, termasuk jaminan ketersediaan obat, vaksin, alat kesehatan dan tentunya tenaga kesehatan terampil.

Selanjutnya adalah terkait penganggaran kesehatan dunia yang perlu jadi prioritas penting, melalui IMF, Bank Dunia serta badan keuangan regional menjadi. Kelima, Tjandra memandang perlunya adamya jaminan komitmen tinggi di tingkat kepala negara/kepala pemerintahan di dunia untuk menjalankan berbagai program kesehatan masyarakat, termasuk mengatasi masalah penyebaran penyakit meliwati lintas batas negara.

"Keenam yang amat pentingnya adalah kegiatan surveilans di dunia, antar negara dan di dalam negara masing-masing, agar dapat diketahui data lengkap tentang kecenderungan (“trend”) penyakit dan masalah kesehatan, utamanya yang mungkin berpotensi menyebar luas di dunia, " tuturnya.

Terakhri, perlu ada penguatan yang jelas bagi peran dan fungsi WHO, dalam hal kemandirian, otoritas dan anggarannya. Hal ini perlu terwujud di WHO tingkat pusat, diberbagai kantor regional serta perwakilan-perwakilan WHO di negara-negara anggota.

"Ke tujuh hal di atas memerlukan kajian diplomasi kesehatan internasional yang mendalam. Kita punya amat banyak pengalaman dan sarat pengetahuan di bidang ini," ujarnya.

Dia menekankan, Indonesia dapat dan harus berperan besar dan bahkan ikut memimpin tata ulang kesehatan global. Termasuk dalam Keketuaan Indonesia di G20 yang akan diterima hari ini dari Italia, demi menyelamatkan umat manusia di dunia dan demi nama harum bangsa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement