Rabu 27 Oct 2021 19:16 WIB

PAN Harus Berkoalisi dengan Partai Lain Usung Capres

PAN harus mencari parpol koalisi yang satu suara saat mengusung capres.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Bendera Partai Amanat Nasional (PAN).  Untuk maju di Pilpres 2024, PAN harus berkoalisi dengan partai politik lain.
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Bendera Partai Amanat Nasional (PAN). Untuk maju di Pilpres 2024, PAN harus berkoalisi dengan partai politik lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Amanat Nasional (PAN) dikabarkan tengah melirik beberapa nama eksternal termasuk Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk diusung menjadi calon presiden (capres) 2024 mendatang. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego memperkirakan PAN akan berkoalisi dengan partai politik (parpol) lain dalam mengusung capres karena presidential treshold PAN yang rendah.

Indria menjelaskan, presidential threshold merupakan ambang batas kepemilikan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau raihan suara partai politik untuk mencalonkan presiden. Jika berkaca pada pemilihan yang lama, ia menyebutkan presidential treshold PAN saat pemilihan umum terakhir sekitar 5 hingga 6 persen.  Padahal, dia melanjutkan, ketentuan yang lama menyebutkan bahwa presidential treshold minimal 20 persen.

Baca Juga

"Sehingga, mungkin PAN koalisi dengan partai lain untuk mencari calon yang berpotensi punya tingkat elektoral yang lumayan. Kecuali nantinya ada ketentuan baru yang membebaskan persyaratan persentase perolehan kursi suara," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (27/10).

Ia menjelaskan, Indonesia menganut sistem demokrasi terbuka yang liberal atau bebas. Artinya siapa saja boleh mencalonkan asalkan punya kursi di Senayan (DPR/MPR). Namun, jika presidential treshold tak memenuhi maka partai politik tersebut harus berkoalisi dengan partai lain.  

Artinya, dia melanjutkan, tidak menutup kemungkknan PAN berkoalisi dengan partai lain. Oleh karena itu, dia menilai PAN saat akan berkoalisi harus menyatukan suara dengan partai lain saat mengusung calon.

"Ada dua hal yang harus diperhatikan," ujarnya. Pertama, dia melanjutkan, potensi elektoral masing-masing calon. Kalau potensinya besar maka pasti didukung. Kedua, dia menambahkan, PAN masih ada dalam peta partai politik mendatang. Sebab, dia melanjutkan, calon juga yang akan diusung partai politik namun ternyata tak besar atau tak berpengaruh maka juga jadi malas.

Terkait kemungkinan mengusung calon dari internal PAN seperti Hatta Radjasa, Soetrisno Bachir atau Zulkifli Hasan, ia menilai elektoralnya rendah. Atau tak menutup kemungkinan PAN mengusung pihak luar di antara nama-nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo atau Erick Thohir.

"Tetapi itu bergantung pada mereka (tokoh di luar PAN) mau atau tidak, belum ada yang pasti," katanya.

Indria meminta PAN harus percaya diri punya calon yang memiliki pandangan Islam dan kultur Islam atau yang sesuai dengan visi misi partai termasuk saat mencocokkan dengan partai lain. Dalam politik, dia melanjutkan, PAN memungkinkan berkoalisi dengan partai apapun, termasuk PDI-P. Atau, dia melanjutkan, mungkin saja berkoalisi dengan partai Islam lainnya yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) karena tak ada yang tak mungkin dalam politik. Tinggal dilihat arahnya ke mana.

"Yang diharapkan umat Islam kan semua partai Islam seperti PKB, PAN, PPP, PKS bersatu. Kalau partai Islam bersatu seru itu, calon yang diusung memungkinkan menang dan itu ditunggu banyak umat," ujarnya.

Kini, ia menilai PAN dan parpol lain masih memetakan sosok yang bisa jadi calon presiden dan bisa membawa kepentingan partai. Kemudian, kemungkinan nama-nama itu 'diadu'. Kemudian, dia melanjutkan, ada hasil survei dan dipetakan partai. "Makanya hasil survei berharga untuk membaca peluang, tak sekadar asal mencalonkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement