REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperkenalkan Strategi Jangka Benah (SJB) sebagai salah satu skema penyelesaian dan penataan kebun sawit di kawasan hutan, yang dinilai bisa mengatasi persoalan tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Erna Rosdiana, dalam rilis di Jakarta, Rabu (27/10), menyatakan kebijakan Jangka Benah yang ditetapkan dalam perhutanan sosial khususnya, merupakan proses untuk kepentingan ekonomi yang saat ini menjadi kepentingan masyarakat. Semua diharapkan bisa terlindungi dengan Jangka Benah, kurang lebih 15 sampai 25 tahun.
Ia mengakui, praktik di lapangan tentu saja saat ini belum teridentifikasi dengan baik. Namun, di beberapa tempat, seperti di Kalimantan Tengah, yang difasilitasi oleh Kehati dan UGM, sudah melakukan uji coba Jangka Benah dan bisa dilaksanakan oleh masyarakat. "Saya kira dengan pengalaman uji coba ini maka kita bisa diimplementasikan nanti di tempat-tempat yang lain," kata dia.
Ia pun menekankan kolaborasi lintas sektor, baik kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Sebab kolaborasi dinilai menjadi kunci Jangka Benah dapat diterapkan di berbagai kawasan hutan Indonesia.