REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Ekekutif Lokataru, Haris Azhar, mengakui jika dirinya pernah datang ke kantor Kementerian Kemaritiman dan Investasi untuk membahas saham PT Freeport. Namun, Haris Azhar membantah tudingan jika dirinya pernah meminta saham PT Freeport Indonesia.
Menurut Haris Azhar, kedatangannya ke kantor Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebagai kuasa hukum masyarakat adat di sekitaran wilayah Freeport, Papua. Ketika itu, ia hanya mengadvokasi ihwal saham sebanyak tujuh dari 100 persen saham hasil tambang raksasa tersebut.
"Bukan minta saham, mengadvokasi ada tujuh persen dari 100 persen," ujar Haris Azhar di Polda Metro Jaya, Kamis (21/10).
Tuduhan Haris Azhar meminta saham itu dilontarkan kuasa hukum Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan,Juniver Girsang. Ketika itu, Juniver menjadi salah satu narasumber di program Mata Najwa pada Rabu (29/9) malam.
Lanjut Haris Azhar, saham tujuh persen tersebut merupakan bagian dari sepuluh persen saham untuk Papua. Ia merinci, tiga persen untuk Provinsi Papua, sedangkan tujuh persen regulasinya belum jelas. Saham tujuh persen tersebut untuk dibagi tiga kelompok yakni Kabupaten Mimika, masyarakat adat, dan masyarakat terdampak tambang Freeport.
"Tujuh persennya itu regulasinya itu belum ada. Tujuh persen itu harusnya dibagi tiga. Kabupaten Mimika, masyarakat adat, dan masyakat yang terdampak Freeport," ungkap Haris Azhar.
Selain itu, kata Haris Azhar, dirinya memiliki surat kuasa untuk membantu masyarakat adat tersebut. Artinya, kedatangannya ke kantor Kementerian Kemaritiman dan Investasi bukan untuk meminta tolong kepada Luhut sebagai pribadi. Tetapi meminta tolong Luhut sebagai pejabar negara.
"Saya punya surat kuasa, dari situ saya bikin legal opinion yang saya bawa juga ke kantornya Menko," tutur Haris Azhar.
Sayangnya, Haris Azhar mengaku dirinya tidak menemui Luhut Binsar, tetapi menemui salah satu stafnya. Karena itu, kata dia, tuduhan yang dialamatkan kepadanya tidak tepat dan informasi yang salah. Ia menegaskan informasi yang menyebut dirinya meminta saham adalah salah.
"Saya nemuin bukan Pak Luhut yang nemu Deputi Bidang Hukum namnya Pa Lambo.Jadi saya enggak pernah ketemu yang namanya Menkonya. Saya ketemu sama jajaran tinggi Menko," terang Haris Azhar.
Sebelumnya, Masyarakat Papua yang menamakan diri Forum Pemilik Hak Sulung Tsinga, Waa/Banti, Aroanop (FPHS Tsingwarop) membantah tuduhan kuasa hukum Luhut Binsar Pandjaitan, Juniver Girsang terkait saham PT Freeport Indonesia. Ia menuduh Haris Azhar mendatangi kliennya untuk meminta saham Freeport.
"Tidak (minta saham), saat itu kami mau ketemu dengan Pak Luhut untuk berbicara masalah saham masyarakat adat. Kami minta nasihat hukum kepada Pak Haris," tegas Sekretaris FPHS Tsingwarop Yohan Zonggonau, saat konferensi pers secara daring, Kamis (7/10).
Menurut Yohan, dalam perkara ini Haris Azhar menjabat sebagai kuasa hukum FPHS dalam isu divestasi saham PT FI pada 12 Januari 2018. Ketika itu, dalam Pasal 2.2 Perjanjian Divestasi PT FI bahwah Pemprov Papua dan Pemkab Mimika dapat porsi saham sebesar 10 persen.
"Tiga persen untuk Pemprov Papua dan 7 persen untuk Pemkab Mimika, termasuk mewakili hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen," jelas Yohan.
Lanjut Yohan, proses permintaan saham dari warga masih berjalan. Kemudian rencananya, pihaknya bertemu akan melakukan pertemuan dengan Luhut. Sayangnya, satu hari sebelum pertemuan Luhut membatalkan rencana pertemuan tersebut.
"Pak Luhut batalkan pertemuan. Ada apa di balik itu? Orang-orang tua kami datangkan ke Jakarta," ucap Yohan.
Selanjutnya, Luhut mengutus Staf Khusus Bidang Hukum Menko Kemaritiman, Lambok Nahattands, Haris Azhar turut serta dalam pertemuan itu. Dalam pertemuan itu, Haris Azhar meminta empat persen saham untuk masyarakat. Namun hingga saat ini tidak ada kejelasan.
"Tolong difasilitasi oleh Menko Marves’, kami kasih beberapa skenario fasilitasi karena Pemerintah Kabupaten sampai sekarang masih tarik-ulur, masih ada ribut antara kabupaten dan Bupati Eltinus Omaleng," ungkap Yohan.