Kedua, enggan melakukan pengecekan aspek legalitas perusahaan saat hendak melamar. Ketiga adalah sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, khususnya di tengah pandemi Covid-19.
"Lapangan pekerjaan makin terbatas, terlebih lagi di masa pandemi ini, mencari mata pencaharian itu tidak mudah jadi mereka lalu terlibat di sana," ujarnya.
Masih berdasarkan penelitian Soeprapto, para pekerja pinjaman daring sejatinya tak merasa nyaman dengan metode penagihan menggunakan kalimat kasar atau ancaman. Meski demikian, mereka merasa memiliki kewajiban untuk mengikuti proses kerja yang telah ditanamkan pimpinan perusahaan.
"Saya sempat mewawancarai para collector itu. Ternyata sebetulnya tidak semuanya merasa nyaman dengan cara itu. Tetapi mereka punya kewajiban mengikuti apa yang 'didoktrinkan' pimpinan," ungkap Soeprapto.
Baca juga : Pakar UGM: Waspadai Pencurian Data oleh Perusahaan Pinjol