REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad menilai bahwa fenomena pinjaman online (pinjol) atau peer-to-peer (P2P) lending berstatus ilegal sudah sangat meresahkan. Bahkan sampai memicu terjadinya bunuh diri. Karena itu ia mengapresiasi langkah pihak kepolisian yang tengah gencar-gencarnya memberantas pinjol ilegal.
"Pinjol ilegal sangat meresahkan masyarakat, keberadannya harus diberantas. Terlebih tindakan-tindakan mereka yang sangat merugikan kreditur, seperti menyebarkan data pribadi hingga pengancaman," ujar Suparji dalam keterangan pers, Ahad (17/10).
Lanjut Suparji, tindakan penyedia pinjol ilegal seperti penyebaran data pribadi jelas termasuk tindak pidana. Karena penggunaan data pribadi harus berdasarkan persetujuan yang bersangkutan. Artinya, apabila seseorang menggunakan data pribadi tanpa seizin pemilik, maka itu pelanggaran.
"Larangan menyebarkan data pribadi itu ada di pasal 32 ayat 2 UU ITE. Dalam pasal itu, ancaman hukumannya mencapai 9 tahun penjara," tegas Suparji.
Kemudian, terkait pengancaman melalui media elektronik, Suparji menyebut bahwa hal itu juga diatur di Undang-undang yang sama. Yakni dalam pasal 29 UU ITE dan ancamannya empat tahun pidana penjara. Oleh karena itu, ia mengapresiasi langkah OJK dan Kepolisian yang menindak tegas para penyedia Pinjol illegal ini. Suparji berharap, mereka mendapat hukuman yang setimpal.
"Langkah penegakan hukum terhadap pinjol ilegal harus dipertahankan dan berkelanjutan. Sehingga tidak ada lagi jatuh korban jiwa dari masyarakat," jelas Suparji
Suparji berpesan, masyarakat hendaknya memilih pinjol yang dapat dipercaya dan berbadan hukum. Hal yang demikian dapat menghindarkan diri dari tindak pidana seperti penyebaran data pribadi dan pengancaman yang hanya akan merugikan diri sendiri.