REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Rintis Noviyanti mengatakan program pengendalian malaria harus dilakukan secara terintegrasi (integrated malaria control program) untuk mengendalikan kasus malaria di Indonesia. "Yang baik dilakukan untuk eliminasi malaria antara lain diagnosis yang baik dan pengobatan yang tepat," kata Rintis saat dihubungi di Jakarta, Kamis (14/10).
Program pengendalian malaria terintegrasi tersebut mencakup upaya antara lain penemuan kasus malaria melalui diagnosis yang cepat dan akurat, pemberantasan parasit malaria dengan obat dan vaksin, serta pengendalian vektor termasuk pemberian kelambu dan insektisida. Rintis menuturkan pendanaan yang tersedia juga harus dipastikan cukup untuk pelaksanaan program pengendalian malaria terintegrasi itu.
Selain itu, Rintis mengatakan komitmen bersama dari pemangku kebijakan dan dukungan masyarakat juga menjadi poin penting dalam mewujudkan pengendalian kasus malaria di Tanah Air. Hingga saat ini Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk dapat mengeliminasi malaria di seluruh wilayah Tanah Air.
Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi malaria nasional atau negara Indonesia bebas malaria pada 2030. Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes mengatakan salah satu tantangan dalam program eliminasi malaria yang menjadi perhatian adalah bagaimana menurunkan penemuan kasus malaria aktif atau pasif.
Ia menuturkan upaya untuk mengatasi tantangan itu, yaitu melalui pemeriksaan malaria dengan menggunakan tes diagnostik cepat (RDT), distribusi kelambu, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) kesehatan. Dalam upaya mengeliminasi malaria, Pemerintah Indonesia juga memastikan ketersediaan alat diagnosis dan pengobatan malaria, dan melaksanakan pengendalian nyamuk penular malaria bersama masyarakat dengan cara perbaikan lingkungan.