Ahad 10 Oct 2021 17:29 WIB

Sebanyak 390 Warga Jateng Dipasung sebab Gangguan Jiwa 2021

Kasus orang dipasung karena gangguan jiwa di Jateng pada 2020 mencapai 515 orang.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Warga yang mengalami gangguan jiwa dipasung oleh keluarganya, yang merasa malu (ilustrasi).
Foto: Dok Pemprov Jatim
Warga yang mengalami gangguan jiwa dipasung oleh keluarganya, yang merasa malu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng) menyebutkan, jumlah warga yang dipasung karena mengalami penyakit gangguan jiwa di Provinsi Jateng selama 2021, mencapai 390 kasus.

"Jumlah warga dipasung di Jateng periode Januari hingga Juni 2021 sebanyak 390 kasus dan mereka tersebar di 35 kabupaten kota di daerah ini," kata Kepala Dinkes Jateng, Yulianto Prabowo di acara Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Se-dunia (HKJS) 2021 yang digelar di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta, Kota Solo, Provinsi Jateng, Ahad (10/10).

Menurut Yulianto, jajarannya banyak mendapati orang yang dipasung tersebut karena gangguan jiwa. Untuk itu, mereka dipasung oleh keluarganya sendiri dengan alasan malu atau aib keluarga dan tidak dibawa ke RSJD. Jumlah kasus orang dipasung karena penyakit gangguan jiwa di Jateng pada 2020 mencapai 515 orang.

"Problem pasung ini, sangat banyak dan hampir semuanya sudah dibebaskan, tetapi setelah dilepas kemudian dilakukan pemasungan kembali oleh masyarakat," kata Yulianto.

Menurut Dinkes Jateng, untuk menangani masalah tersebut harus bersama-sama dengan masyarakat. Dengan kerja sama baik, sambung dia, permasalahan kesehatan jiwa bisa ditangani dengan baik. Semua komponen harus bersatu padu sehingga angka pengurungan pasung bisa menjadi perhatian semua.

Yulianto mengatakan, kasus kesehatan jiwa tersebut merupakan bagian dari ikhtiar Pemprov Jateng dalam menjalankan misi menjadikan masyarakatnya lebih sehat, pintar, dan berbudaya. Selain itu, kata dia, masyarakat juga mencintai lingkungan kesehatan jiwa menjadi salah satu kebudayaan masyarakat yang terabaikan dan sekarang menjadi lebih penting.

"Kesehatan jiwa merupakan bagian yang penting ke depannya, menjadisumber daya manusia yang produktif, sekaligus aset bangsa yang berharga," kata Yulianto.

Pada saat ini, kata dia, sekitar 75 persen hingga 95 persen orang dengan gangguan jiwa di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan jiwa. Kurangnya investasi di kesehatan jiwa, mulai stigmanisas idan diskriminasi juga berkontribusi pada kesenjangan pengobatan.

Menurut Yulianto, stigma dan diskriminasi tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan orang dengan gangguan fisik dan kejiwaan. Tetapi, juga keluarga dan kurangnya kesempatan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Pemprov Jateng pun mempunyai perhatian besar terhadap kesehatan jiwa. Jateng mempunyai tiga RSJD, yaitu di Solo, Klaten, dan Semarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement