REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, menegaskan, pemerintah sejauh ini tidak ada rencana untuk mewajibkan sertifikasi CHSE bagi pelaku usaha di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif. Sertifikasi tesebut bersifat sukarela dengan kesadaran masing-masing pelaku usaha.
"Tidak ada arahan CHSE menjadi mandatory, tapi sifatnya voluntary sesuai dengan inisiatif setiap penyelenggara parekraf," kata Sandiaga dalam konferensi pers mingguan, Senin (4/10).
Ia mengatakan, pemerintah justru mengarahkan standardisasi CHSE yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu, CHSE ke depan juga dapat dilakukan secara mandiri dengan biaya yang terjangkau namun tanpa menurunkan tingkat standardisasi.
Sandiaga menjelaskan, sejak tahun lalu, biaya sertifikasi CHSE ditanggung oleh pemerintah. Setidaknya hingga saat ini sudah terdapat lebih dari 10 ribu pelaku parekraf yang terstandardisasi CHSE dengan biaya pemerintah.
"Ke depan pelaku usaha diharapkan secara perlahan bisa melakukan CHSE dengan biaya yang terjangkau dan ini kita harapkan menjadi penjamin keamanan," kata Sandiaga.
Dirinya pun menegaskan, akan terus berdiskusi dengan para pemangku kepentigan terkait. Bagi pemerintah, yang utama adalah penerapan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan keberlanjutan lingkungan sebagai gold standard.
"Industri, pemerintah, dan pentahelix juga harus ikut mendorong sehingga pariwisata kita lebih berkelanjutan dan berkualitas," kata dia.
Sebelumnya, pada pekan lalu, Sandiaga menuturkan, pemerintah tidak dapat menanggung semua biaya sertifikasi CHSE. Karena itu, biaya tersebut nantinya harus ditanggung setiap pelaku usaha namun harus dengan harga yang terjangkau.
Lembaga sertifikasi CHSE juga tidak boleh dimonopoli oleh satu lembaga, sehingga akan dilakukan beberapa lembaga dengan proses standardisasi yang sama. "Nantinya, pemerintah hanya akan memberikan bantuan yang membutuhkan yaitu UMKM yang perlu dibantu," ujar Sandiaga.