Ahad 03 Oct 2021 07:51 WIB

Fraksi PKS Tegaskan Tolak Pembahasan RUU IKN

Pembuatan RUU IKN dianggap minim diskusi publik.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kedua kiri), Mensesneg Pratikno (kanan), dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kiri) memberikan keterangan pers terkait Surpres Presiden Joko Widodo di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9/2021). DPR telah menerima Surat Presiden (Surpres) tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dari Presiden Joko Widodo.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kedua kiri), Mensesneg Pratikno (kanan), dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kiri) memberikan keterangan pers terkait Surpres Presiden Joko Widodo di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9/2021). DPR telah menerima Surat Presiden (Surpres) tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dari Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, menegaskan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Menurutnya penyusunan RUU IKN tersebut dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat luas.

"Apalagi di saat pandemi yang masih belum usai ini, sudah barang tentu perhatian masyarakat lebih tertuju pada pemulihan ekonomi dan kesehatan. Seharusnya Pemerintah membersamai masyarakat dalam penanganan pandemi ini," kata Suryadi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Ahad (3/10).

Baca Juga

Ia menuturkan, tidak adanya diskusi publik yang dilakukan dalam penyusunan Naskah Akademik RUU IKN menyebabkan beberapa pakar mempertanyakan dan menyampaikan pendapatnya melalui berbagai media dan berharap adanya ruang untuk berdiskusi terkait wacana pemindahan Ibu Kota Negara ini. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab pemindahan Ibu Kota Negara ini tentunya bukan tanpa risiko, baik itu dari segi pembiayaan maupun dari sisi pemilihan lokasinya yang belum tentu bebas bencana.

"Terkait adanya partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ini disebutkan dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan baik tertulis dan/ataupun lisan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," jelasnya.

Menurutnya jangan sampai kurangnya diskusi publik akibat masih berlangsungnya pandemi kemudian menyebabkan Naskah Akademik dan RUU yang dibuat menjadi tidak berkualitas. Ia meminta pemerintah  bercermin pada pengalaman saat pembahasan UU Cipta Kerja, Naskah Akademik yang diberikan minim penjelasan dan tidak berkualitas.

"Masyarakat luas tidak dilibatkan serta pembahasannya dilakukan dengan sangat terburu-buru sehingga banyak kesalahan disana-sini, yang akibatnya menimbulkan kontroversi dan bahkan langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi," ucap politikus PKS itu.

Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI, Suharso Monoarfa didampingi Mensesneg Pratikno  menyerahkan surat presiden (surpres) RUU IKN ke pimpinan DPR, Rabu (29/9). Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan bahwa RUU IKN tersebut telah disusun sesuai kaidah penyusunan undang-undang.

"Jadi dengan diundangkannya nanti, kalau ini memang nanti berhasil diundangan di DPR, kita semua berharap seperti itu maka langkah pertama adalah untuk menyusun dan memastikan detail plain yang sudah tersedia, masterplan yang sudah selesai dan kita akan semua mengikuti kaidah-kaidah yang sudah disusun dalam perencanan masterplan itu," terangnya.

Sementara itu Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengatakan akan segera memproses surpres tersebut. "Kami di DPR RI tentu saja akan melaksanakan proses tersebut melalui mekanisme yang ada pada waktu yang akan kami sepakati dalam rapim," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement