Jumat 01 Oct 2021 05:33 WIB

Mercermati Urgensi Literasi Digital di Era Digitalisasi

Literasi digital menjadi penting untuk menjawab risiko-risiko digital

Literasi Digital: Ilustrasi pembayaran digital
Foto: PxHere
Literasi Digital: Ilustrasi pembayaran digital

Oleh : Oleh Gandang Dwi Haryo Sugiharto, Pj Analis Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

REPUBLIKA.CO.ID -- Era digitalisasi yang ditandai dengan peningkatan pemanfaatkan teknologi digital dalam semua aspek kehidupan yang memudahkan dan mempercepat aliran informasi melalui akses internet (world wide web).

Pemanfaatan teknologi digital salah satunya dalam sektor keuangan sangat bermanfaat untuk masyarakat, namun menimbulkan beberapa risiko tambahan diantaranya kepada masyarakat yang memanfaatkan. 

Namun demikian bukan berarti produk/aplikasi keuangan digital itu tidak aman, risiko dimaksud dapat dihindari atau diminimalisir dengan pemahaman yang memadai atau literasi digital. Menjamurnya perusahaan teknologi digital di sektor keuangan sangat bermanfaat untuk masyarakat untuk mendukung berbagai kegiatan. Pemanfaatan teknologi dimaksud tentu harus diimbangi literasi digital yang memadai sehingga dapat memperoleh manfaat optimal dan terjaga dari risiko yang melekat.

Apabila mengutip seri buku Literasi Digital “Kerangka Literasi Digital Indonesia”, literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengomunikasikan konten/informasi, dengan kecakapan kognitif maupun teknikal.

Berdasarkan data dari IdEA (Indonesian E-Commerce Association), terdapat kenaikan penjualan pada platform e-commerce sebesar 25 persen selama pandemi. Meski daya beli menurun akibat pandemi Covid-19, data IdEA menunjukan transaksi barang-barang pokok, bahkan produk terkait hobi ternyata justru semakin meningkat secara online/daring. Sejalan dengan data IdEA, data Bank Indonesia (BI) menunjukan pertumbuhan signifikan pada pengguna dan transaksi uang elektronik di masa pandemi. Sedangkan berdasarkan data transaksi Kartu Kredit, walau secara agregrat transaksi cenderung menurun selama pandemi, namun nominal transaksi Kartu Kredit online/daring (e-commerce dan media online lainnya) cenderung meningkat selama pandemi.

Selain itu, berdasarkan data Hootsuite pada Januari 2021 terkait “Mobile E-commerce Adoption” berupa persentase pengguna internet usia 16-64 tahun yang melakukan transaksi pembelian menggunakan perangkat mobile dalam 1 (satu) bulan terakhir, menunjukan data yang cukup mencengangkan dimana Indonesia memiliki persentase tertinggi di dunia dengan 79,1%, disusul oleh Thailand (74,2%), Filipina (69,6%), dan Malaysia (68,4%). Sedangkan rata-rata persentase global adalah sebesar 55%. Hal tersebut menunjukan tingginya pengguna aplikasi digital di Indonesia saat ini.

Beberapa contoh pemanfaatan teknologi digital dalam sektor keuangan yang paling umum digunakan adalah mobile/internet banking, uang/dompet elektronik, dan fintech lending atau biasa dikenal sebagai perusahaan pinjaman online (pinjol). Sedangkan penggunaan teknologi digital ini perlu diimbangi dengan kecakapan agar memperoleh manfaat optimal serta mewaspadai risiko yang melekat antara lain fraud atau terjebak pinjaman yang memberatkan. 

Literasi digital berupa kemampuan/kecakapan menggunakan teknologi informasi, diantaranya adalah pengetahuan akan manfaat dan risiko dari aplikasi keuangan digital yang akan menjadi fokus utama artikel ini. Aplikasi digital diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat Indonesia tidak hanya sebatas menjadi pembeli, namun juga digunakan untuk mendukung usaha atau mensejahterakan masyarakat.

Selain aplikasi digital di luar sektor keuangan, seperti e-commerce dan media sosial yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung usaha melalui penjualan online, aplikasi keuangan digital juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung usaha. Salah satu diantaranya adalah dengan membuat Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yaitu media pembayaran digital yang dapat menerima pembayaran dari berbagai aplikasi mobile banking dan uang/dompet elektronik.

Pendaftaran dapat dilakukan secara online dalam aplikasi/web atau dengan mendatangi penyelenggara (bank atau nonbank) terdekat. Beberapa pilihan penyelenggara QRIS dapat diakses secara online dalam “Virtual Banking & QRIS Expo” pada https://virtualbanking-qrisexpo.laminetam.id/, dimana terdapat virtual booth dari 29 Bank and 23 penyelenggara QRIS yang dapat menjadi salah satu pilihan.

Setelah berbicara mengenai manfaat, kita lanjut ke risiko melekat pada aplikasi digital yang dapat dihindari dengan literasi digital memadai. Pada umumnya, terdapat 2 (dua) besaran risiko melekat pada penggunaan aplikasi digital yang perlu menjadi perhatian, yaitu risiko siber dan nonsiber. 

Pertama adalah risiko siber, aplikasi online memiliki potensi terkait kerahasiaan, ketersediaan, dan integrasi sistem informasi yang dapat berdampak kepada bank/penyelenggara atau nasabah itu sendiri. Risiko dimaksud terkait akses pada infrastruktur yang dimiliki oleh bank/penyelenggara atau nasabah, sehingga infrastruktur yang memuat aplikasi digital dimaksud perlu dijaga. Pada umumnya terdapat 3 hal utama yang perlu dijaga dalam kegiatan online khususnya transaksi keuangan, yaitu “what you have”, “what you know”, dan “what you are”.

“What you have”, yaitu hal yang dimiliki berupa infrastruktur yang digunakan untuk menggunakan aplikasi digital. Dari sisi bank/penyelenggara, kewajiban menjaga infrastruktur dimaksud tertuang dalam ketentuan terkait serta turut diawasi regulator terkait diantaranya Kominfo, OJK, dan BI.

Dari sisi nasabah, infrastruktur nasabah pun perlu dijaga, antara lain handphone atau laptop/komputer yang digunakan. Tidak hanya smartphone yang perlu mendapat penjagaan, handphone biasa dengan akses ke SMS Banking misalnya perlu turut menjadi perhatian. Infrastruktur perlu dijaga antara lain, aksesnya dibatasi biasanya melalui password, jaringan dijaga yang steril (tidak sembarang akses wifi umum) untuk melakukan transaksi keuangan, serta dilengkapi dengan antivirus. 

“What you know”, yaitu hal yang diketahui/dibuat oleh nasabah biasanya digunakan untuk mengakses aplikasi digital berupa Personal Identification Number (PIN), Password, dan/atau One Time Password (OTP) perlu menjadi perhatian untuk dijaga serta tidak diinformasikan kepada pihak lain. “What you are”, yaitu data pribadi nasabah yang perlu dijaga kerahasiaannya antara lain tidak sembarang memperlihatkan dan menginformasikan. Diantaranya adalah data dalam identitas (KTP) serta data nasabah lainnya yang ada dalam database bank, antara lain nama ibu kandung. 

Hilangnya kerahasiaan dan keamanan infrastruktur/informasi berpotensi digunakan pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meniru nasabah sehingga memperoleh akses ke dalam aplikasi digital nasabah. Masyarakat harus mulai peka dan sadar akan pentingnya menjaga ketiga hal dimaksud dan risikonya apabila sampai berhasil diperoleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Kedua adalah risiko nonsiber, yaitu risiko di luar sistem informasi aplikasi digital yang lebih fokus pada risiko atau dampak terhadap nasabah akibat penggunaan atau transaksi pada aplikasi digital. Risiko yang menjadi fokus penulis adalah risiko terkait pinjol yang menjadi perhatian masyarakat saat ini. 

Pinjaman online sebenarnya bukan barang baru, pinjaman online ternyata telah mulai hadir dan melayani masyarakat Indonesia sejak tahun 2016. Mengawali layanan yang fokus membantu UMKM untuk mengembangkan usaha melalui pinjaman dengan proses cepat dan tanpa jaminan, kini merambah melayani masyarakat untuk pinjaman konsumtif.

Risiko yang perlu dipahami dari layanan pinjaman cepat, mudah, dan tanpa jaminan adalah bunga yang relatif tinggi. Risiko lainnya tentunya adalah apabila ada kegagalan dalam pembayaran adalah proses penagihan yang akan dilakukan perusahaan pinjaman yang mungkin melibatkan pihak ketiga (jasa penagihan). Kedua hal ini seharusnya sudah tercantum dalam aplikasi sehingga persetujuan perjanjian dan pemanfaatan pinjaman oleh peminjam menandai disetujuinya syarat dan risiko yang melekat.

Oleh karena itu, literasi digital sangat diperlukan guna memperoleh manfaat optimal dengan risiko minimal dari berbagai aplikasi digital yang ada saat ini. Mempelajari berbagai fitur yang ada agar memperoleh manfaat optimal serta mempertimbangkan dan mengetahui berbagai risiko yang melekat dan cara agar dapat terhindar atau diminimalisir. 

Kita sudah memasuki era dimana pemanfaatan digitalisasi bukan lagi memberikan keunggulan kepada pihak yang menggunakan. Namun kita berada pada era dimana pihak yang belum mengadaptasi digitalisasi adalah pihak yang akan tertinggal karena mayoritas masyarakat sudah mengadopsi digitalisasi.

Agar tidak tertinggal, masyarakat harus mulai memanfaatkan aplikasi digital secara bijak melalui literasi digital memadai antara lain memahami cara menggunakan, manfaat, dan risikonya. Dengan itu, masyarakat dapat memperoleh berbagai kemudahan dan manfaat yang diberikan serta tidak terjebak dan larut dalam risiko yang ada khususnya untuk hal-hal yang bersifat konsumtif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement