Rabu 29 Sep 2021 00:36 WIB

Sultan HB X Ingin Keraton Yogyakarta Dikemas Kekinian

Repackaging budaya keraton bertujuan menarik minat kelompok muda.

Proses revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Pagelaran Keraton Yogyakarta di Kraton Yogyakarta, Ahad (19/9). Tahun ini Keraton Yogyakarta merevitalisasi bangunan, diantaranya seperti Pagelaran, Bangsal Srimanganti, Museum Lukisan, dan Panti Pareden sebagai bentuk perawatan dan pelestarian warisan budaya.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Proses revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Pagelaran Keraton Yogyakarta di Kraton Yogyakarta, Ahad (19/9). Tahun ini Keraton Yogyakarta merevitalisasi bangunan, diantaranya seperti Pagelaran, Bangsal Srimanganti, Museum Lukisan, dan Panti Pareden sebagai bentuk perawatan dan pelestarian warisan budaya.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta kelima putrinya melakukan "repackaging budaya" atau pengemasan ulang penyajian budaya keraton secara kekinian. Tujuannya agar budaya Keraton lebih menarik generasi milenial.

"Ngarsa Dalem X (Sultan HB X) 'dawuh' (mengatakan) kepada saya dan kakak-kakak saya untuk 'repackaging' (mengemas ulang) budaya (keraton)," kata Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nityabudaya Keraton Yogyakarta GKR Bendara dalam Webinar Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2021 dipantau di Yogyakarta, Selasa (28/9). Kepada kelima putrinya, Bendara menceritakan, Sultan HB X mengungkapkan keinginannya agar Keraton Yogyakarta bisa lebih membuka diri.

Baca Juga

"Ngarsa Dalem 'dawuh' kepada kami berlima bagaimana kami bisa membuka diri kepada generasi-generasi penerus saat ini dengan cara yang lebih kekinian," ujar putri bungsu Sultan HB X ini. Sebagai wujud proyek "repackaging budaya", menurut dia, Keraton Yogyakarta kini tengah melakukan renovasi besar-besaran baik pada eksterior maupun interior bangunan tanpa mengubah esensi dari nilai-nilai budaya yang melekat.

"Perubahan-perubahan ini di dalam Keraton secara masif kami lakukan," kata Bendara. Museum Keraton Yogyakarta misalnya, kata dia, saat ini tengah direnovasi agar bisa tampil terbaru dengan pemanfaatan teknologi serta cara penyampaian yang mampu menyentuh generasi muda.

Renovasi seluruh bangunan juga dilakukan pada ruang batik Keraton. Bukan sekadar menyasar fisik bangunannya, menurut Bendara, nama ruang batik juga akan diubah menjadi "ruang daur hidup".

"Kenapa daur hidup, karena bukan hanya batik yang menjadi bagian kebudayaan kita, tapi juga ada lurik, juga ada bentuk-bentuk jenis tekstil lainnya. Juga ada arti-arti dari penggunaan motif batik dalam perjalanan hidup masyarakat Jawa," tutur dia.

Pengerjaan renovasi, menurut dia, diperkirakan rampung pada akhir 2021. "Ini akan selesai di akhir tahun. Silakan kalau mau berkunjung di awal tahun," kata Bendara.

Perubahan, lanjut Bendara, bukan sekadar pada bangunan museum, namun juga mencakup cara penyajian kebudayaan yang ada di Keraton Yogyakarta tanpa mengurangi esensi dari kebudayaan tersebut dengan membuat laman resmi, akun Instagram hingga akun Youtube Keraton. "Ini merupakan cara bagaimana kita bisa melestarikan budaya kita," kata dia.

Upaya pembaruan dalam Keraton Yogyakarta, kata Bendara, juga pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Sri Sultan HB VII yang membuat Keraton Yogyakarta kala itu lebih terbuka. Berdasarkan catatan sejarah dalam sebuah manuskrip, Bendara menuturkan bahwa Sultan HB VII saat itu meminta para pangeran dalem memproduksi batik keraton secara massal untuk diperjualbelikan.

"Inilah yang akhirnya memelopori kreativitas dunia batik hingga saat ini. Tentu kalau HB VII saat itu tidak mengizinkan maka kemungkinan besar kita sekarang tidak memakai batik keraton, terutama batik Keraton Yogyakarta," kata Bendara.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement