REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat paripurna tentang interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, terkait ajang Formula E, tidak memenuhi jumlah minimum anggota hadir atau kuorum. Hanya Fraksi PDIP dan PSI saya yang hadir dalam rapat yang digelar pada Selasa (28/9) hari ini.
Berdasarkan pantauan Republika.co.id dari ruang Paripurna DPRD DKI Jakarta, hanya anggota fraksi PDIP dan PSI yang hadir. Bahkan, tidak semua anggota fraksi PSI yang hadir, termasuk Viani yang baru saja dipecat oleh PSI beberapa waktu sebelumnya.
Dalam rapat tersebut, ada 33 anggota DPRD dari dua fraksi yang hadir. Di antaranya 25 anggota fraksi PDIP dan enam plus satu anggota PSI yang hadir melalui video konferensi. Tak tampak satupun anggota dewan dari fraksi lainnya.
Diketahui, selama sidang berlangsung sejak pukul 10.00 WIB, proses sempat diskors selama satu jam. Hal itu, karena Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, menemukan anggota tidak memenuhi kuota minimal untuk melakukan paripurna.
Ditemui terpisah, Ketua fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Achmad Yani, menegaskan jika rapat paripurna kali ini tidak berhubungan dengan kuorum. Sebaliknya, dia menuding jika rapat yang tidak mendapat paraf dari pimpinan fraksi lain itu sebenarnya telah menyalahi aturan.
Baca juga : Jokowi Didesak Batalkan Pemecatan 57 Pegawai KPK
"Berarti dengan kata lain rapat tersebut ilegal. Apapun keputusannya tidak sah," tegas Yani saat ditemui di DPRD, Selasa (28/9).
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik, menggandeng tujuh fraksi penolak hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan. Dalam bahasan di konferensi pers, Senin (27/9) itu, mereka kompak menyebut jika agenda rapat paripurna terkait interpelasi Anies adalah agenda colongan.
"Agenda badan musyawarah (Bamus) tadi sebetulnya membahas tujuh kegiatan di luar rapat paripurna interpelasi, tiba-tiba ketua (Prasetyo) memasukkan (interpelasi) itu," kata Taufik, dalam konpers di Jakarta, Senin (27/9).
Dia menyebut, jika merujuk pada mekanisme dan tatib DPRD DKI, setiap agenda kegiatan yang hendak dibahas di badan musyawarah, harus dibuat undangan. Bahkan, dalam setiap undangan, kata dia, minimal ada paraf DPRD di undangan tersebut.
"Itu amanat dari pasal 80 ayat 3 tatib kita," ucapnya.
Oleh sebab itu, pihaknya menyebut jika rapat Bamus yang menetapkan rapat paripurna soal interpelasi besok, adalah ilegal. Dengan adanya dugaan tersebut, kata dia, ditakutkan hasil produksi ke depannya juga menjadi ilegal.
Sementara itu, penasihat Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Abdurrahman Suhaimi, mengatakan, pihak dia di fraksi sepakat dengan penjelasan Taufik. Pasalnya, fraksinya memandang jika semua proses yang ada di DPRD harus sesuai dengan prosedur yang ada.
"Tiba-tiba dimasukkan agenda baru tanpa persetujuan kita maka itu adalah penikungan terhadap agenda yang disepakati," jelasnya.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Ketua Fraksi PKS, Achmad Yani. Menurut dia, apa yang terjadi saat Bamus di DPRD Senin (27/9) tidak sesuai. Khususnya, setelah ada pembahasan agenda tujuh poin sebelumnya, yang tiba-tiba disisipi oleh agenda interpelasi yang telah disepakati tidak ada di rapat tersebut oleh semua pimpinan.
"Buktinya pimpinan tidak melakukan paraf. Kita memahami bahwa telah terjadi pelanggaran tatib," tuturnya.
Lebih jauh, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Demokrat, Misan Samsuri, menegaskan, apa yang dilakukan Ketua DPRD Prasetyo sangat melanggar aturan. Bahkan, ketika aturan itu justru dibuatnya sendiri.
"Bersama teman-teman, pelanggaran ini akan dibawa ke BK. Biar masyarakat tahu bahwa ada hal yang tidak baik yang dilakukan oleh DPRD DKI," ungkapnya.