Jumat 24 Sep 2021 10:29 WIB

Penyebab Negara-Negara Alami Lonjakan Meski Vaksinasi Masif

Singapura,Finlandia, Inggris, Jepang, Amerika, mengalami lonjakan kasus Covid-19 lagi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah warga berjalan di Jakarta, Jumat (24/9/2021). Satgas Penanganan COVID-19 menghimbau kepada semua pihak harus menahan diri agar Indonesia tidak menghadapi lonjakan ketiga (third wave) meskipun perkembangan pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini sudah cukup terkendali yang ditandai dari grafik kasus yang terus melandai
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Sejumlah warga berjalan di Jakarta, Jumat (24/9/2021). Satgas Penanganan COVID-19 menghimbau kepada semua pihak harus menahan diri agar Indonesia tidak menghadapi lonjakan ketiga (third wave) meskipun perkembangan pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini sudah cukup terkendali yang ditandai dari grafik kasus yang terus melandai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat agar tidak merasa aman dan berpuas diri jika hanya mendapatkan vaksin dosis pertama, apalagi jika abai terhadap protokol kesehatan. Ia meminta masyarakat belajar dari pengalaman berbagai negara yang memiliki cakupan vaksinasi dosis pertama tertinggi di dunia namun lonjakan kasus masih terjadi.

Wiku mengatakan, di Singapura cakupan vaksinasi mencapai 79 persen, Finlandia 73 persen, Inggris 71 persen, Jepang 66 persen, dan AS 63 persen. Namun, negara-negara ini kembali mengalami lonjakan. “Untuk itu, kita tidak boleh berpuas diri dan merasa aman hanya dengan vaksin, terutama jika hanya vaksin dosis pertama,” ujar Wiku saat konferensi pers, Kamis (23/9).

Wiku menjelaskan, lonjakan kasus pada negara-negara dengan vaksinasi yang tinggi ini terjadi karena di Singapura, relaksasi dilakukan dengan berfokus pada penguatan 3T dan peningkatan cakupan vaksinasi, namun kurang berfokus pada pencegahan yaitu prokes di tempat umum. Klaster pun mulai bermunculan, seperti klaster dari restoran dan tempat makan di bandara, tempat karaoke, mal, hingga terminal bus.

Sedangkan di Finlandia, peningkatan terjadi karena klaster tim sepak bola yang datang dari Rusia dan masuk ke Finlandia tanpa dilakukan tes skrining terlebih dahulu. Selain itu, masyarakat cenderung tidak merespons pada upaya tracing yang dilakukan oleh pemerintah sehingga menghambat pelacakan dan penanganan kasus sejak dini.

Di Inggris, lanjut Wiku, kenaikan kasus terjadi karena adanya relaksasi aktivitas sosial ekonomi dan utamanya pembukaan sekolah tatap muka yang kurang berhati-hati dan memperhatikan kesiapan seluruh unsur yang terlibat. Klaster di sekolah pun mulai bermunculan.

Baca juga : Bio Farma Targetkan Penguasaan Teknologi Baru Vaksin Covid

Sementara di Jepang, terdapat klaster atau penambahan kasus Covid-19 yang berhubungan dengan kegiatan Olimpic Games. Selain itu, meskipun pembatasan tetap dilakukan dalam pelaksanaan Olimpic Games, namun masih berpengaruh signifikan terhadap pola kegiatan sosial masyarakat di Jepang di mana masyarakatnya cenderung berkerumun untuk menonton pertandingan bersama di bar, kafe, maupun restoran.

Di Amerika Serikat, cakupan vaksinasi tinggi tidak dibarengi dengan pengawasan dan pelaksanaan prokes yang baik. Penggunaan masker yang tidak menjadi kewajiban di beberapa tempat umum saat kegiatan sosial ekonomi sudah berjalan normal menjadi salah satu penyebab adanya kenaikan kasus.

“Tentunya dengan adanya lonjakan kasus di berbagai negara dengan cakupan vaksinasi dosis pertama yang tinggi, kita tidak boleh semata-mata bergantung pada efek vaksinasi untuk mencapai target endemi Covid-19,” jelas Wiku.

Ia menekankan, target vaksinasi pada masa pandemi adalah untuk membentuk kekebalan komunitas. Kekebalan komunitas baru dapat terbentuk sempurna apabila seluruhnya telah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap.

Selain itu endemi dapat tercapai apabila peningkatan cakupan vaksinasi dibarengi dengan upaya kolektif lainnya yaitu pengawasan prokes, kepatuhan seluruh masyarakat, kesiapan fasilitas layanan kesehatan, dan peningkatan tes Covid-19, serta pelacakan kontak erat.

Baca juga : Warga Yogyakarta yang Belum Divaksin 40 Ribu Orang

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement