REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, peningkatan mobilitas penduduk di saat terjadinya tren penurunan kasus Covid-19 pasca gelombang kedua harus diwaspadai semua pihak.
Dari pengalaman penanganan pandemi di Indonesia, kata Wiku, terdapat jeda antara kenaikan mobilitas penduduk dengan kenaikan kasus. Pola tersebut menggambarkan mobilitas penduduk yang tinggi pada saat kasus belum meningkat.
Namun begitu kasus meningkat, mobilitas langsung turun drastis karena kebijakan pembatasan yang diterapkan. Pola itupun berulang, ketika kasus mulai melandai, maka mobilitas kembali meningkat.
"Hal yang perlu diwaspadai adalah dengan melandainya kasus Covid-19 saat ini pasca gelombang kedua, mobilitas penduduk cenderung mengalami peningkatan," kata Wiku saat konferensi pers, Kamis (23/9).
Dari catatan Satgas, peningkatan mobilitas penduduk paling tajam terjadi pada periode libur Idul Fitri 2021 yang tidak lama kemudian terjadi gelombang kedua dan mobilitas perlahan menurun. Menurut Wiku, adanya penurunan mobilitas saat kasus meningkat ini juga tak terlepas dari kepatuhan masyarakat dalam menaati kebijakan pembatasan yang ditetapkan pemerintah.
Dengan pola yang ada, lanjut dia, kasus Covid-19 yang tengah melandai saat ini dapat kembali meningkat sebagai dampak dari mobilitas yang juga cenderung mengalami peningkatan. Apalagi, saat ini pemerintah juga telah melakukan pembukaan aktivitas sosial ekonomi secara bertahap.
"Pembatasan pelonggaran mobilitas mungkin saja akan terus terjadi. Namun di saat penurunan kasus ini kuncinya adalah kesadaran masyarakat untuk mandiri melihat situasi dan bijak dalam menjalankan aktivitas sosial ekonomi," jelas dia.
Karena itu, Wiku pun mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati dalam menjalankan aktivitas serta kegiatannya dengan menghindari kerumunan semaksimal mungkin. Untuk mempertahankan melandainya kasus Covid-19 saat ini, pemerintah mendorong peningkatan cakupan vaksinasi di seluruh daerah.
Vaksin dosis lengkap, kata dia, terbukti dapat mengurangi keparahan gejala, risiko perawatan di rumah sakit, dan risiko kematian. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa orang yang sudah divaksin, risiko tertular kembali menjadi lebih rendah, jumlah virus dalam tubuh lebih cepat turun, dan peluang terbentuknya varian baru lebih kecil.
Namun, Wiku menekankan vaksinasi tidak menjadi satu-satunya cara dalam menghadapi pandemi ini. Upaya vaksinasi ini juga harus dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Wiku pun meminta masyarakat agar belajar dari pengalaman berbagai negara yang memiliki cakupan vaksinasi dosis pertama tertinggi di dunia, yakni Singapura 79 persen, Finlandia 73 persen, Inggris 71 persen, Jepang 66 persen, dan AS 63 persen.
"Nyatanya, lonjakan kasus masih dapat terjadi," ungkap dia.