REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Peternak ayam di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluhkan harga pakan yang melonjak drastis. Sementara petani tidak menikmati kenaikan harga telur, meski sudah mulai naik di sejumlah pasar tradisional.
"Kenaikan harga jagung, dedak dan konsetrat sang at membebani peternak, sementara kenaikan harga jual telur di lapangan tidak dinikmati peternak," kata Ketua Forum Peternak Layer Syahrial di Kota Makassar, Provinsi Sulsesl, Kamis (23/9).
Dia mengatakan, apabila kondisi itu tidak segera dicarikan solusinya, dikhawatirkan kondisi peternak semakin terpuruk pada masa pandemi Covid-19. Padahal, mereka sudah saatnya bangkit pada masa adaptasi normal baru. Sebagai gambaran, pergerakan kenaikan harga pakan yang terus meningkat mulai terjadi pada 2020 berkisar Rp 365 ribu per sak dengan berat 50 kilogram, kemudian pada Januari 2021 naik menjadi Rp 380 ribu per sak.
Pada Maret har menjadi Rp 410 ribu per sak, April Rp 425 per sak, sekarang sudah di atas Rp 445 per sak. Mengenai keluhan peternak yang umumnya berasal dari Kabupaten Maros, Gowa, Pangkep, Sidrap, Soppeng, Bulukumba, Enrekang, dan daerah lainnya, Layer mengaku, hal itu sudah disampaikan ke DPRD Provinsi Sulsel.
Hal tersebut dinilai penting, agar legislator selaku wakil rakyat mengetahui kondisi di lapangan dan diharapkan dapat membantu memperjuangkan peternak yang semakin terpuruk. Sementara produsen pakan ternak tidak menghiraukan kondisi lapangan.
Wakil ketua Dewan Perwakilam Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulsel, Syaharuddin Alrif mengatakan, pihaknya sudah menerima aspirasi dari para peternak yang mengeluhkan kenaikan harga pakan. Pihaknya pun sudah memanggil produsen pakan ternak, distributor dan pihak terkait lainnya untuk duduk bersama mencari benang merah persoalan itu.