REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para da’i memiliki peran yang sangat besar mempengaruhi opini dan persepsi masyarakat. Pemuka agama dianggap sebagai opinion leader , di era digital saat ini. Banyak da’i kini memanfaatkan platform media sosial seperti Youtube dan Tik-Tok untuk berdakwah.
Berdasarkan rilis yang diterima Ahad (19/9), menurut Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto, media sosial menjadikan da’i sebagai influencer yang paling berpengaruh bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kyai-Kyai selama ini menjadi influencer, minimal di tingkat lokal, di masjid, di pesantren. Nah kini berkembang di konten-konten media sosial, di berbagai forum-forum yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat,” ujar Henri dalam Webinar berjudul “Penguatan Peran Da’i Milenial Dalam Kebangkitan dari Dampak Covid-19”, Sabtu (18/9).
Henri mengambil contoh dampak besar dari pengaruh da’i yaitu dalam sosialisasi vaksin Covid-19. Sedari awal, program vaksinasi banyak mendapat penolakan di kalangan masyarakat, terutama masyarakat dari kelompok tradisional.
Saat itu bahkan masih banyak masyarakat tidak percaya adanya keberadaan virus Covid-19. Gelombang penolakan masyarakat perlahan surut, salah satunya berkat peran da’i yang terus mengajak masyarakat untuk vaksin agar tercapai herd immunity, sehingga kini perlahan keadaan Indonesia semakin baik menghadapi pandemi.
Indonesia, disebut Henri sudah masuk ke dalam warna biru peta dunia, dalam konteks penularan Covid-19, setelah sebelumnya sempat mengalami fase darurat.
“John Hopkins University di Amerika merilis, Indonesia sekarang petanya sudah warna biru karena sudah mengalami penurunan yang luar biasa setelah sebelumnya penularan di Indonesia sangat tinggi, bahkan pernah kita menjadi nomor satu di dunia dari sisi penularan dan juga dari korban-korban yang jatuh,” terang Henri.
Memanfaatkan teknologi untuk dakwah menurut Henri sangat efektif, terutama dalam semangat menghadapi pandemic Covid-19. Senada dengan Henri, Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis menilai peran da’i adalah mengajak masyarakat untuk berfikir rasional, tidak sekadar menganggap pandemi adalah azab semata.
“Ada banyak mungkin yang berfikir bahwa pandemi itu malapetaka, azab semata. Oleh karenanya tidak mau berbuat apa-apa. Ini yang coba kita ajak berfikir rasional, agar menghadapi ketentuan Allah itu dengan ikhtiar, salah satunya dengan menerapkan protokol Kesehatan dan vaksin,” ujarnya.
“Memang peran da’i sangat diperlukan di dalam mengatasi pandemi ini. Peran Majelis Ulama Indonesia dalam menjalankan fungsinya, misalnya dalam bentuk fatwa ataupun tausiah dan juga panduan teknis lainnya terkait peribadatan atau ibadah umat Islam dalam masa pandemi ini,” tambah Ketua Gernas MUI, Lukmanul Hakim.
Lebih lanjut, Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi menambahkan, media sosial harus dimanfaatkan oleh da’i untuk memperluas cakupan dakwah. Bahkan menurutnya media sosial bisa menambah potensi rezeki bagi para da’i.
“Media sosial bisa menjadi sumber kemandirian ekonomi bagi para da’i. Karena banyak diantara para da’i itu tidak memiliki pekerjaan tetap atau memiliki usaha tetap. Kalau fokus berdakwah di media sosial, bisa menjadi cara penguatan ekonomi bagi para da’i,” ujarnya.
Salah satu da’i yang sudah terkenal di media sosial, yakni Ustadz Syamsuddin Nur Maka menjelaskan, salah satu platform yang digemari oleh masyarakat khususnya kalangan milenial adalah Tik-Tok. Platform ini tidak hanya sekadar digunakan untuk menampilkan kontek ceramah semata, tetapi juga ada ruang tanya jawab dengan masyarakat, sehingga efektif untuk digunakan sebagai media dakwah.
“Awalnya aplikasi ini hanyalah berisi konten-konten music, joget-joget. Kini banyak sekali konten yang memberikan informasi misalnya kesehatan, entrepreneur. Para pebisnis memberikan tips-tips bisnis, lalu viral. Nah konten dakwah juga bisa dengan mudah viral di Tik-Tok sehingga bisa cepat tersampaikan ke seluruh masyarakat,” terangnya.