REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, mengatakan pernyataan Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman, bukan dalam rangka menyamakan apalagi mengkompromikan aqidah masing-masing agama yang berbeda-beda.
“Namun itu sebagai bentuk toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai prinsip sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,’’ kata Ahmad Basarah, dalam siaran persnya, Jumat (17/9).
Hal ini disampaikan Basarah terkait pernyataan Pangkostrad yang mengatakan bahwa semua agama benar di mata Tuhan. Pernyataan ini mengundang reaksi pro dan kontra tokoh-tokoh masyarakat.
Apa yang disampaikan Pangkostrad ini, menurut Basarah, sama seperti tradisi budaya saling memberikan ucapan selamat pada perayaan hari-hari besar umat beragama. Dosen Universitas Islam Malang itu mengatakan niat mereka tentu bukan untuk menyamakan apalagi mengkompromikan nilai-nilai dan aqidah agama yang memang berbeda.
‘
Pendiri dan Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia itu kemudian mengutip hadist Rasulullah SAW riwayat Imam Bukhari yang menyatakan innamal a'malu binniyyaat, bahwa sesungguhnya segala perbuatan manusia tergantung pada niatnya.
Menurut Ahmad Basarah, sebagai seorang Muslim dia harus meyakini bahwa agama yang benar dan diterima di sisi Allah SWT adalah agama Islam. Namun dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila, maka ia tidak boleh mengatakan kepada orang lain di luar Islam bahwa agama mereka sesat dan apalagi menghina mereka.
"Alqur'an juga mengajarkan kepada saya sebagaimana tertera dalam Surat Al Kafirun ayat 6 yang menyatakan Lakum diinukum waliyadin, yakni bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Mari kita semua menjalankan syariat agama kita masing-masing dengan hidup berdampingan sesama pemeluk agama lainnya,” ungkap Basarah.
Basarah mengajak semua pihak melihat pernyataan Pangkostrad itu secara positif, bahwa hal itu diungkapkan untuk memotivasi para prajurit. Mereka menganut agama berbeda-beda agar mereka mencintai agama mereka masing-masing, tetapi dengan tetap menghormati keaneragaman suku bangsa, serta mencintai negara mereka sendiri.
Spirit yang hendak disampaikan jenderal bintang tiga itu, menurut Basarah, adalah hubbul wathan minal iman. Mencintai negeri adalah sebagian dari iman, seperti yang pernah difatwakan oleh KH Hasyim Asy’ari.
''Dilihat dari konteks ini, saya yakin niat beliau mengungkapkan pernyataan itu dalam spirit mencinta negeri itu, juga dalam koridor menjaga amanat Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Ketua Dewan Pertimbangan Pusat GM-FKPPI itu.
Menurut Ahmad Basarah, tidak ada yang salah dari pernyataan Dudung itu jika pernyataannya dilihat dalam bingkai negara nasionalis religius berdasarkan Pancasila. Dengan disepakatinya Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila, ia menilai Indonesia sejak awal bukanlah negara agama, atau negara satu agama, tapi juga bukan negara sekuler yang menyingkirkan sama sekali nilai-nilai ketuhanan dan agama dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
‘’Indonesia adalah negara ketuhanan bagi semua agama dan penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks inilah pernyataan Pangkostrad itu harus dilihat agar pernyataannya tidak disalahpahami,” ungkap penulis buku ‘Bung Karno, Islam dan Pancasila’ itu.
Ahmad Basarah kemudian mengutip potongan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang mengungkapkan dimensi ketuhanan sebagai salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka. Dalam penjelasan tentang sila ketuhanan, jelas anak menantu Habib Kwitang, Habib Muhammad bin Habib Ali Habsyi itu, Bung Karno menjabarkan bahwa hendaknya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhan dengan cara yang leluasa tetapi dengan sikap saling hormat menghormati.