REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Aktivitas ruang digital yang cukup besar memiliki potensi kriminalitas dari bocornya data pribadi.
Anggota Komisi I DPR RI, Taufiq R Abdullah, menjelaskan kriminalitas tersebut antara lain telemarketing phising, scamming pembobolan akun servis digital pembajakan akun pinjaman online, dan take over layanan perbankan dipakai jaringan radikal dan terror.
“Saat ini Pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Perlindungan Data Pribadi untuk menjamin hak dan privasi masyarakat di era digital, “ kata dia dalam Webinar Aptika Kominfo pada Rabu (15/9).
Dia menambahkan, teknologi telekomunikasi, internet, dan media sosial yang masif membuat kita mendapatkan kabar dan informasi dengan cepat namun teknologi telekomunikasi, internet dan media sosial pula yang membuat berita bohong menyebar dengan cepat.
Dia menekankan pentingnya peningkatan kemampuan literasi digital untuk mencerdaskan masyarakat. Dia menjabarkan bebarapa langkah dalam menyikapi informasi di internet antara lain periksa sumber berita perhatikan alamat situs, apabila berita mengatasnamakan sebuah media, dan periksa nama media di situs tersebut tidak salah.
“Cek berita di sumber lain perhatikan alamat situs, apabila berita mengatasnamakan sebuah media, periksa nama media di situs tersebut tidak salah,” tutur dia.
Staf ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi, Prof Dr Widodo Muktiyo, mengatakan di era perkembangan ekonomi digital setiap orang menjadi news getter (penikmat berita) dan news maker (pembuat berita) secara real time (waktu aktual)
Dia menyebutkan, platfrom media komunikasi dan informasi beraneka ragam dan berbasis teknologi digital, batas ruang privat dan ruang publik menjadi semakin kabur, hoax, fake news termediasi teknologi digital, interaksi masyarakat berubah menjadi lebih kepada big data, media sosial sebagai echo chamber.
Dia menilai masyarakat indonesia belum sepenuhnya sadar bahwa data pribadi merupakan privasi yang harus dilindungi permasalahan “consent” (persetujuan) “ketidakpahaman” pemilik data atas “consent” dalam pengelolaan informasi pribadi yang diberikan kepada pihak lain persetujuan diberikan tanpa pemilik data memahami isi “term of condition”, bahkan seringkali tanpa dibaca sama sekali.
Widodo mengatakan bahwa penting untuk kritis, jika ada yang meminta data pribadi kita, maka tanyakan terlebih dahulu untuk kepentingan apa? Jika kepentingannya jelas, maka berikan data yang relevan saja dengan kepentingan tersebut.
Dia menyarnkan hati-hati menyebarluaskan data pribadi di media apapun yang memungkinkan orang lain mengaksesnya amankan setiap data pribadi yang.
“Cermati setiap syarat dan ketentuan yang diberlakukan saat kita mengakses sebuah layanan. Cermati apakah si penyedia layanan memberikan perlindungan yang memadai terhadap data pribadi kita,” ujar dia.