REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur No.7/SE/2021 menyoal Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Pemprov DKI Jakarta. Melalui surat itu, Anies menyatakan, beberapa hal upaya pencegahan dan penanganan tindakan pelecehan seksual di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi DKI.
Dalam surat tersebut, Anies menegaskan melalui empat poin yang ada, jika Pemprov DKI tidak mentolerir segala bentuk pelecehan seksual. Dikatakan, dalam surat itu ada banyak bentuk pelecehan seksual yang bisa terjadi di lingkungan kerja. Mulai dari pelecehan fisik, pelecehan lisan, pelecehan isyarat, pelecehan tertulis atau gambar, pelecehan psikologis hingga pelecehan dengan bentuk pemaksaan seksual.
"Para kepala daerah atau unit kerja, agar melakukan upaya pencegahan terhadap berbagai bentuk tindakan pelecehan seksual," kata Anies dalam surat itu.
Dalam penjelasannya, para kepala daerah juga wajib memberikan teladan dan mendorong pegawai di lingkungan kerja untuk membangun komitmen perlawanan pelecehan seksual. Termasuk, juga mewajibkan semua pegawai di lingkungan kerja untuk membangun suasana aman dari tindakan pelecehan tersebut.
"Serta melakukan sosialisasi di lingkungan kerja mengenai pelecehan seksual," tutur dia.
Sementara itu, berkenaan dengan penanganan tindakan pelecehan seksual berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Pelapor (baik korban atau saksi) dapat menyampaikan aduan/laporan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Terlapor (pegawai atau setiap orang yang memiliki hubungan kerja di lingkungan kerja Pemprov DKI Jakarta) secara tertulis melalui kanal aduan pada laman https://bkddki. jakarta.go.id/pengaduan;
b. Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk bersama dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) memberikan asesmen awal terhadap aduan/laporan, perlindungan dan pendampingan terhadap Pelapor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
c. Badan Kepegawaian Daerah melakukan pemeriksaan terhadap Terlapor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Setiap Pelapor mendapatkan hak berupa:
1) Penerimaan informasi atas seluruh proses penanganan;
2) Perlindungan atas rasa aman, kerahasiaan identitas, laporan balik, pemberitaan yang berlebihan dan segala bentuk ancaman dan tindakan pembalasan dari pihak lain;
3) Pelayanan psikologis, konseling dan pendampingan proses hukum yang diberikan oleh UPT P2TP2A;
4) Pelayanan rumah aman (shelter) yang diberikan oleh Dinas Sosial.
5) Pelayanan kesehatan bagi korban dan medikolegal yang diberikan oleh fasilitas layanan kesehatan; dan
6) Pelayanan lainnya sesuai dengan kebutuhan khusus korban berdasarkan pertimbangan/rekomendasi dari pihak yang berwenang.
e. Setiap Terlapor mendapatkan hak berupa:
1) Penerimaan informasi atas seluruh proses penanganan;
2) Kerahasiaan identitas;
3) Proses penanganan yang adil; dan
4) Kesempatan menyampaikan jawaban dan menyerahkan bukti pendukung.