REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat dalam upaya pemberantasan korupsi. KPK menilai penting untuk melibatkan para tokoh tersebut yang merupakan sosok panutan di masyarakat.
“Dalam pemberantasan korupsi, perlu peran bersama seluruh elemen masyarakat. Untuk itu, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat, dapat mengajak masyarakatnya dalam berpartisipasi memberantas korupsi,” kata Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi dalam keterangan, Sabtu (11/9).
Lebih lanjut Kumbul menjelaskan, bentuk partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi di antaranya dengan melakukan pendidikan antikorupsi. KPK, sambung dia, telah mendorong pemerintah daerah untuk mengimplementasikan Pendidikan Antikorupsi (PAK) di sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi.
"Tidak hanya dalam hal kebijakan, KPK juga mengajak masyarakat untuk menjadi Penyuluh Antikorupsi (Paksi) yang tersertifikasi BNSP untuk dapat bersama-sama mengedukasi masyarakat sehingga budaya antikorupsi, nilai-nilai luhur kearifan lokal, moral yang baik, dapat tertanam dalam masyarakat," katanya.
Setelah berdialog dengan para tokoh lintas agama, masyarakat dan adat, KPK menyambangi Pondok Pesantren Abu Hurairah. Pimpinan Pondok Pesantren Abu Hurairah TGH Fakhrudin Abdurrahman dalam sambutannya menyampaikan kesiapan dirinya beserta jajarannya untuk mensosialisasikan nilai-nilai antikorupsi kepada jamaah dan umat.
“Seluruh ustadz yang berjumlah 70-an dari Ponpes Abu Hurairah yang biasa menjadi penceramah di Masjid-Masjid siap untuk mengisi ceramahnya dengan tema antikorupsi secara serempak sebagai wujud dukungan edukasi antikorupsi kepada umat Islam,” tegasnya yang didampingi oleh 30 orang santri dan 30 ustadz serta pengurus ponpes.
Merespons komitmen dan dukungan dari Ponpes Abu Hurairah dalam pemberantasan korupsi, Kumbul menyampaikan apresiasi dan penghargaannya. Dia juga mengingatkan pentingnya pendidikan antikorupsi dan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Lebih lanjut dia menegaskan bahwa seluruh elemen masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi, termasuk di dalamnya para santri dan pondok pesantren.
“Dalam memberantas korupsi, KPK menggunakan tiga strategi, yakni strategi pertama pendidikan antikorupsi. Berikutnya strategi pencegahan, dan strategi Ketiga, yakni penindakan,” ujar Kumbul.
KPK, sambung Kumbul, tidak hanya mendorong pemerintah daerah menerbitkan regulasi pendidikan antikorupsi dan mengimplementasikan PAK di sekolah sampai perguruan tinggi, tetapi juga bersama-sama pakar, akademisi, dan mitra terkait lainnya menyusun bahan ajar antikorupsi untuk dapat dimanfaatkan bersama demi mewujudkan pribadi-pribadi berintegritas.
Melalui strategi pencegahan, kata Kumbul, KPK mendorong perbaikan sistem di pelayanan publik agar lebih transparan dan akuntabel, sehingga celah korupsi dapat ditutup. Selain itu, sambungnya, KPK juga menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggara negara melalui kepatuhan pelaporan harta kekayaan (LHKPN).
“Untuk memberikan efek jera dari sanksi hukum dan sanksi sosial, KPK menggunakan strategi ketiga, yaitu penindakan. Masyarakat dapat berperan serta melalui pelaporan dugaan tindak pidana korupsi dengan memanfaatkan saluran pengaduan masyarakat KPK, seperti nomor telepon 198, Whatsapp, KPK Whistleblower System (KWS), ataupun pelaporan fisik di Gedung KPK,” katanya.
Bagi KPK, pelibatan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi adalah hal yang mutlak dilakukan. Hal ini sejalan dengan visi KPK yaitu bersama masyarakat menurunkan tingkat korupsi untuk mewujudkan Indonesia maju.
KPK memastikan bahwa setiap pihak memiliki kesempatan dan dapat berkontribusi dalam pemberantasan korupsi sesuai kapasitas masing-masing, pun demikian dengan para tokoh agama, masyarakat, dan adat yang merupakan teladan di masyarakat, serta para santri yang dididik dengan nilai-nilai luhur agama.