Sabtu 11 Sep 2021 12:07 WIB

Pemerintah Diminta Bijak Sikapi Petisi Kartu Vaksinasi

Petisi kartu vaksin tunjukkan masih banyak problem dalam realisasi vaksinasi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Seorang panitia memindai kode batang dari aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki Stadion WIbawa Mukti di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021). PT Liga Indonesia Baru (LIB) menerapkan protokol kesehatan yang ketat bagi seluruh elemen dalam pelaksanaan kompetisi Liga 1 2021-2022 di sejumlah stadion penyelenggara.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Seorang panitia memindai kode batang dari aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki Stadion WIbawa Mukti di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (10/9/2021). PT Liga Indonesia Baru (LIB) menerapkan protokol kesehatan yang ketat bagi seluruh elemen dalam pelaksanaan kompetisi Liga 1 2021-2022 di sejumlah stadion penyelenggara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petisi menolak kartu vaksin Covid-19 sebagai syarat administrasi memasuki area mal muncul di laman change.org dengan judul 'batalkan kartu vaksin sebagai syarat administrasi'. Menyikapi itu, anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, meminta pemerintah menyikapi dengan bijaksana petisi penolakan kartu vaksin yang telah ditanda tangani lebih dari 32 ribu orang.

"Pemerintah  tidak bisa menyalahkan begitu saja kelompok  masyarakat yang menyetujui petisi penolakan kartu vaksin sebagai syarat administrasi. Sikapi dengan bijaksana dan jadikan sebagai input bahan evaluasi dalam meningkatkan realisasi vaksinasi," kata Netty, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/9).

Baca Juga

Netty menilai adanya petisi tersebut  justru menunjukkan bahwa masih banyak problem dalam realisasi vaksinasi. Dia mencontohkan soal cakupan masyarakat yang menjadi target vaksinasi.

"Berdasarkan data 8 September lalu, baru 33,22 persen masyarakat yang disuntik dosis pertama, sementara yang menerima dosis kedua hanya 19,07 persen. Artinya masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan hak vaksinasinya," ujarnya.

Dengan realisasi target yang masih rendah, lanjut Netty,  bagaimana mungkin semua orang  diwajibkan memiliki kartu vaksin untuk beraktivitas di tempat publik. "Jangan sampai kewajiban kartu vaksin jadi kebijakan yang diskriminatif bagi masyarakat yang  belum divaksin. Pastikan ada solusi yang bijaksana," ucap wakil sekretaris fraksi PKS tersebut.

Netty menilai ada banyak sebab yang membuat masyarakat belum divaksin, antara lain, kesulitan untuk mendapatkan vaksin gratis, terkendala komorbid, atau belum lama sembuh dari terinfeksi Covid-19.

"Belum lagi soal NIK error yang menghambat vaksinasi. Ini seharusnya menjadi bahan evaluasi  pemerintah guna memperbaiki sistem penunjang," tuturnya.

Persoalan  lain  yang membuat masyarakat belum memiliki kartu vaksin, kata Netty, adalah aplikasi PeduliLindungi yang digunakan untuk mendapatkan kartu vaksin seringkali tidak bisa digunakan atau error. "Ada kasus di mana penumpang pesawat gagal terbang gara-gara aplikasinya error. Lalu keamanan data di aplikasi tersebut juga menjadi sorotan publik karena diduga bocor. Akhirnya masyarakat enggan mengisi aplikasi dan tidak bisa menunjukkan kartu vaksin," tambahnya.

Hal-hal semacam itu, menurut Netty, harus diantisipasi oleh pemerintah agar tidak menurunkan kepercayaan masyarakat yang dapat memperlambat tercapainya kekebalan populasi.

"Kebijakan penggunaan kartu vaksin  maupun aplikasi PeduliLindungi harus ramah  ke semua kelompok masyarakat. Bukan hanya bagi masyarakat perkotaan tapi juga  yang di desa. Apakah memang penggunaan aplikasi itu bisa diterapkan kepada mereka yang tidak terkoneksi internet maupun smartphone? Bahkan di kota seperti Jakarta pun masih ada pekerja harian dari desa yang tidak memiliki smartphone," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement