REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, melakukan Rapat Koordinasi Penanganan Covid 19 di Sumatera Utara, Kamis (9/9). Dalam agenda tersebut, Airlangga menyampaikan secara umum kasus aktif di Sumut memang mengalami penurunan.Namun masih tertinggi di Sumatra.
Airlangga memberi catatan pada pemerintah daerah, terkait penyesuaian data kasus, vaksinasi, dan jumlah testing.
"Apresiasi kepada pemerintah Sumatera Utara bersama forkoimda atas penurunan kasus termasuk juga di kota medan," kata Airlangga.
Namun Airlangga juga meminta pada kepala daerah untuk memperbaiki data penanganan kasus Covid-19 di daerahnya masing-masing. Hal itu dikarenakan, data yang dilaporkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) tidak sinkron dengan data yang ada di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Airlangga mengatakan, saat ini Sumut menjadi daerah dengan kasus aktif tertinggi di Pulau Sumatera sebanyak 15.685 kasus, meski telah mengalami penurunan sebesar 37 persen.
"Namun harus menjadi catatan, masih ada kasus yang lebih dari 21 hari yang tentunya itu perlu di_cleansing_ datanya. Apakah sembuh, apakah meninggal. Sehingga itu yang membuat Sumatera Utara berada dalam posisi kedua secara nasional," papar Airlangga dalam agenda Rapat Koordinasi dengan Kepala Daerah dan Forkopimda di Medan, Kamis (9/9).
Khusus untuk Medan sendiri, Airlangga mengatakan kasusnya sudah turun, namun masih tinggi secara akumulatif. Ia menyimpulkan, tingginya angka kumulatif tersebut dikarenakan ada data yang belum diperbaharui. Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) itu pun memberi arahan pada Gubernur dan Walikota untuk mengadakan rapat khusus, terkait data Covid-19 di Sumut dengan Kemenkes, dan menyarankan untuk meminta pembaharuan data agar segera sinkron.
"Memang (ketidak terbaharuan data) terjadi di beberapa tempat, bukan hanya di Sumatera Utara. Tapi ini penting bagi pusat supaya kita tidak lengah. Kalau kita bisa perbaiki itu semua kita bisa menang," tegas Airlangga.
Selain itu, Airlangga juga menjelaskan mengapa terjadi _flag_ atau tanda merah pada beberapa wilayah di Sumut. Menurut Airlangga, _flag_ yang terjadi di Kota Tebing Tinggi, Tapanuli Selatan, dan Mandailing Natal, disebabkan karena rendahnya angka testing, dengan persentase masih kurang dari 1 persen. Rendahnya angka testing tersebut yang membuat tingginya _rating_ kasus positif.
"Sehingga tentu kalau _testing_nya rendah inikan menentukan. Levelnya adalah level 3. Kalau _testing_nya ditingkatkan tentu _rating_nya akan turun. Karena kalau kita bicara terkait dengan yang di_testing_ kurang dari 1 orang 0,45 persen, nah tentu ini yang menjadi _flag_," jelas Airlangga.
Kemudian di daerah Nias, _flag_ disebabkan karena kecilnya angka vaksinasi. Persentase vaksinasi Nias sendiri baru mencapai 6 persen. Secara keseluruhan, persentase vaksinasi di Sumut baru menyentuh angka 23 persen, di mana angka tersebut masih berada di bawah nasional yang sebesar 32 persen.
"Menjadi catatan juga, tingkat vaksinasinya masih di bawah nasional, jadi itu yang harus dikejar. Dan khusus dengan itu, konsolidasi menjadi penting," ujar Airlangga.
Mengenai keluhan daerah yang suplai vaksinnya masih kurang, Airlangga mengatakan dengan masuknya lagi vaksin akan segera ditambah suplai ke daerah.