Rabu 08 Sep 2021 21:24 WIB

Dewan Bantah Ada Praktik Transaksional Uji Calon BPK

DPR persilakan publik turut mengawasi tes calon anggota BPK

Rep: Febrianto Adi Saputro / Red: Nashih Nashrullah
Suasana uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021). Komisi XI DPR menggelar uji kelayakan atau fit and proper test calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Suasana uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/9/2021). Komisi XI DPR menggelar uji kelayakan atau fit and proper test calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi XI DPR RI menjawab adanya kekhawtiran praktek transaksional dalam proses seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achmad Hatari membantah tudingan tersebut.  

 

Baca Juga

"Komisi XI punya akal sehat masa bisa punya perilaku seperti itu, kan tidak mungkin," kata Hatari di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/9).

 

Dia mempersilakan seluruh pihak ikut mengawasi jalannya fit and proper test. Dirinya tak mempersoalkan apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut melakukan pengawasan. "Itu lebih bagus," ujarnya. 

 

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, juga ikut menanggapi proses fit and proper test calon anggota BPK. Menurutnya tanpa didesak KPK akan  menjalankan tugasnya untuk melakukan pemantauan dalam proses seleksi calon anggota BPK. 

 

"Marilah nanti kita sama-sama memantau secara transparan, nanti kita pantau bagaimana hasilnya," tuturnya. 

 

Sebelumnya peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan peluang terjadinya praktik transaksional dalam pemilihan calon anggota BPK sangat mungkin terjadi.

Menurutnya dugaan praktik transaksional dalam perekrutan pejabat publik selalu saja muncul mengingat preseden yang pernah terjadi ketika pemilihan pejabat Bank Indonesia yang berujung pada penetapan Miranda Goeltom sebagai terpidana. 

 

"Praktik membeli dukungan untuk mendapatkan jabatan seperti menjadi anggota BPK juga bisa saja terjadi karena toh suara anggota DPR akan menjadi penentu di satu sisi dan di sisi lain nafsu para calon untuk bisa duduk di BPK sangat tinggi. Karena itu ya mungkin saja itu permainan uang itu," ucap Lucius.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement