Rabu 08 Sep 2021 20:28 WIB

Pemerintah Diminta Perbaiki Kualitas Penjara di Indonesia

Amnesty Imbau Pemerintah Perbaiki Kualitas Penjara di Indonesia.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Muhammad Hafil
Petugas menurunkan kantong jenazah korban kebakaran Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Rabu (8/9). Sebanyak tujuh mobil ambulans membawa 41 jenazah yang merupakan warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas 1 Tangerang untuk diidentifikasi dengan metode Disaster Victim Identification (DVI). Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas menurunkan kantong jenazah korban kebakaran Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Rabu (8/9). Sebanyak tujuh mobil ambulans membawa 41 jenazah yang merupakan warga binaan pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas 1 Tangerang untuk diidentifikasi dengan metode Disaster Victim Identification (DVI). Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten yang menewaskan 41 orang dan melukai puluhan warga binaan, menjadi catatan buruk bagaimana negara mengelola penjara di Indonesia selama ini. Agar insiden serupa tak terulang, Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah segera memperbaiki kualitas penjara di seluruh Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan kejadian kebakaran ini bukan hal biasa, tapi ini juga masalah hak asasi manusia. Kejadian ini semakin menunjukkan urgensi untuk mengatasi masalah penjara di Indonesia yang sarat pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Baca Juga

“Para tahanan dan terpidana kerap ditempatkan dalam penjara yang sesak dan mengancam hidup dan kesehatan mereka. Mereka juga manusia yang berhak atas kondisi penjara yang layak dan hak atas esehatan,” kata Usman dalam keterangan persnya, Rabu (8/9).

Menurut dia, semua tahanan berhak diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Tempat penahanan harus menyediakan ruang, penerangan, udara, dan ventilasi yang memadai. Karena itu kejadian seperti ini tidak boleh terjadi lagi.

"Kapasitas penjara yang terbatas dengan jumlah penghuni yang berlebihan adalah akar masalah serius dalam system peradilan pidana di Indonesia," ujar Anggota Dewan Pakar Perhimpunan Advokat Indonesia RBA ini.

Usman menilai salah satu langkah yang dapat segera diambil pemerintah untuk menangani masalah ini adalah dengan mengubah orientasi politik pemenjaraan. Kebijakan pemenjaraan harus dikurangi dalam menangani kejahatan ringan, termasuk yang terkait penggunaan narkotika.

"Pemerintah dapat membebaskan mereka yang seharusnya tidak pernah ditahan, termasuk tahanan hati nurani dan orang-orang yang ditahan atas dasar pasal-pasal karet dalam UU ITE," imbuhnya.

Menurut dia, penahanan dan pemenjaraan orang hanya karena mengekspresikan pendapatnya secara damai tidak dapat dibenarkan dalam situasi apa pun. Terlebih lagi dalam situasi di mana ada over kapasitas lapas yang membahayakan kesehatan dan bahkan nyawa tahanan, terutama di masa pandemi seperti saat ini.

“Pemerintah harus bertanggungjawab dan segera mengusut apa sebab kebakaran tersebut dan memastikan semua hak keluarga korban terpenuhi," tegasnya.

Melihat insiden kebakaran Lapas kelas 1 di Tangerang ini, Usman memandang sidah selayaknya pejabat terkait bertanggungjawab dengan mengundurkan diri.

“Sudah selayaknya Menkumham dan Dirjen Lapas mundur dari jabatan mereka. Ini masalah serius hak asasi manusia banyak orang, terutama mereka yg menjadi Korban dan juga yg kini masih berada dalam penjara yang sesak," imbaunya.

Sebelumnya insiden kebakaran Lapas kelas 1 Tangerang terjadi pada pukul 02.00 WIB waktu setempat. Kebakaran menimpa blok c2 yang terdapat aula dan ruangan tempat para napi menginap. Akibat musibah tersebut 41 orang sedang berada di dalam ruangan tersebut tewas, 72 lainnya luka ringan, 8 lainnya luka serius. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement