Senin 06 Sep 2021 13:15 WIB

Bawaslu Rekomendasikan Empat Poin untuk Pemilu 2024

Akan ada potensi problematika hukum yang muncul dalam implementasi yang di lapangan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan paparannya dalam diskusi publik membahas evaluasi pemilihan serentak di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (6/5/2021). Diskusi tersebut membahas evaluasi pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2020 dan masukan untuk Bawaslu ke depan, untuk pelaksanaan pelaksanaan pemilu selanjutnya.
Foto: ANTARAIndrianto Eko Suwarso
Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan paparannya dalam diskusi publik membahas evaluasi pemilihan serentak di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (6/5/2021). Diskusi tersebut membahas evaluasi pelaksanaan Pemilihan Serentak Tahun 2020 dan masukan untuk Bawaslu ke depan, untuk pelaksanaan pelaksanaan pemilu selanjutnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam rapat tersebut, dia menyampaikan, empat poin rekomendasi untuk pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Satu, membenahi kendala regulasi atau payung hukum Pemilu yang masih tumpang tindih, tidak jelas, dan multitafsir," ujar Abhan di Ruang Rapat Komisi II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/9).

Kedua, Bawaslu mendorong perbaikan manajemen penyelenggaraan teknis dan penyelenggaraan pengawasan pemilu. Selanjutnya, mengoptimalkan koreksi administrasi terhadap akibat yang muncul dari tindakan pelanggaran hukum pemilu.

"Guna memulihkan hak-hak peserta pemilu dan masyarakat. Serta mengembalikan integritas proses dan hasil pemilu," ujar Abhan.

Terakhir, Bawaslu mendorong prioritasisasi pendekatan sanksi administrasi dalam penegakan hukum pemilu. Tujuannya dalam rangka memulihkan hak peserta pemilu dan masyarakat, serta meningkatkan efek jera bagi para pelanggarnya.

Di samping itu, Bawaslu juga memberikan masukan terhadap rancangan Peraturan KPU (KPU) pendaftaran dan verifikasi partai politik. Menurutnya, akan ada potensi problematika hukum yang muncul dalam implementasi yang akan terjadi di lapangan.

Meskipun, KPU sudah merumuskan pengaturan dalam rancangan PKPU. Sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020.

"Seperti surat keterangan pengganti KTP elektronik yang masih diperbolehkan, validitas kepengurusan dan keanggotaan. Contohnya seperti potensi kepengurusan, potensi anggota ganda, potensi pencatatan nama pengurus, hingga potensi pencatut nama anggota," ujar Abhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement