REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Yahya Waloni, Abdullah Al Katiri, berencana mengajukan permohonan praperadilan atas kasus penistaan agama. Bareskrim Polri telah menangkap dan menetapkan Yahya Waloni sebagai tersangka atas kasus dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA dan juga penodaan terhadap agama tertentu.
"Insya Allah akan mendaftarkan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang rencananya akan diajukan pada hari Senen tanggal 6 September 2021 sekitar pukul 09.00 WIB," ungkap Al Katiri kepada Republika, Ahad (5/9).
Menurut Al Katiri, alasan diajukannya permohonan praperadilan adalah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Dalam hal, kata dia, lembaga praperadilan berwewenang untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka. Hal itu sebagai pintu masuk upaya paksa lainnya seperti penangkapan, penahanan maupun penyitaan.
"Seperti yang kita ketahui ustadz Yahya Waloni ditersangkakan dan ditangkap tanpa adanya pemanggilan dan pemeriksaan pendahuluan seperti yang diatur dalam KUHAP maupun Peraturan Kapolri (PERKAP) sendiri," ungkap Al Katiri
Karena itu, Al Katiri menilai, penangkapan yang tidak sesuai due process of law dapat dibenarkan pada kejahatan kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime, seperti teroris, narkoba, human trafficking ataupun kejahatan yang tertangkap tangan. Sementara kliennya, hanya karena melakukan ceramah terkait kitab suci agama lainnya di dalam masjid tempat khusus ibadah orang muslim (exclusive).
"Dalam ceramahnya beliau menyinggung Bible Kristen yang ada sekarang ini sesuai kajian beliau adalah palsu (bukan asli)," kata Al-Katiri.
Kata Al Katiri, hasil kajian di tempat khusus tersebut dijadikan dasar oleh pelapor dengan sangkaan pasal 45 A ayat ( 2 ) jo. pasal 28 ayat ( 2 ) UU No. 19 Tahun 2016. Namun, harusnya yang dikenakan pasal-pasal tersebut adalah penyebar videonya bukan yang membuat pernyataan. Begitu juga dengan pasal 156 a huruf a KUHP tentang penodaan agama
"Sedangkan dalam perkara ini bukan ustadz Yahya Waloni yang memvidiokan, apalagi menyebarkan dan suatu kajian ilmiah dengan data dan referensi yang ada tidak dapat dikatakan sebagai penodaan," tutur Al Katiri.
Al Katiri khawatir, jika perkara ini sampai di persidangan terbuka berdampak pada kerukunan beragama apalagi ada puluhan ahli teologi dan khristologi yang menyatakan kesediannya menjadi ahli di persidangan nanti.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menangkap dan menahan tersangka Muhammad Yahya Waloni terkait perkara dugaan ujaran kebencian. Penangkapan itu dilakukan setelah penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menjerat Yahya Waloni sebagai tersangka tindak pidana ujaran kebencian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyampaikan Ustadz Yahya Waloni juga sudah ditangkap di kediamannya dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan sejak hari ini Kamis 26 Agustus 2021. "Iya benar, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," ujar Rusdi saat dikonfirmasi oleh awak media, Kamis (26/8).
Menurut Rusdi, saat ini tersangka ustadz Yahya Waloni sedang menjalani pemeriksaan terkait perkara dugaan tindak pidana ujaran kebencian di Bareskrim Polri. "Ujaran kebencian berdasarkan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan)" kata Rusdi.