REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK— Target 10 hari penilaian aset warga di atas lahan pembangunan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) rampung, Selasa (31/8). Proses penilaian berlangsung lancar meski terdapat beberapa kendala dari sisi warga.
Kuasa Hukum Kementerian Agama, Misrad, menuturkan lancarnya proses penilaian tak lepas dari kerja sama tim dilapangan yang digawangi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), TNI, Polri, Satpol PP, Perwakilan RT, RW dan Kelurahan, hingga Perwakilan Kementerian Agama dan UIII.
“10 hari kerja ini berjalan lancar dan sesuai target. Ini berkat dukungan para pihak terkait, terutama Kementerian Agama RI atas keseriusannya yang luar biasa, dari segi administratif dan logistik, bahkan Direktur Diktis langsung turun ke lapangan untuk memastikan proses kerja sesuai dengan yang direncanakan,” tutur Misrad di lokasi penilaian aset warga.
Suksesnya penilaian aset warga pada Penertiban Tahap II ini bukan tanpa kendala, kendala yang mencul sebagian besar dari sisi warga, dimana terdapat bidang warga dalam list penilaian yang berstatus kepemilikan ganda, penolakan untuk dinilai, hingga bidang tanah yang sudah masuk pada penertiban tahap I.
Di antara warga yang menolak sebagian besar terpengaruh organisasi-organisasi yang sengaja masuk ke lahan UIII dan mempengaruhi warga. Di antara pengaruh yang disebarkan berupa iming-iming pembayaran bidang tanah yang dihitung per meter.
Hambatan lain yakni penilaian tidak dapat dilakukan berurutan lantaran pada hari penilaian ada warga yang menolak, sehingga harus dilewati meski pada hari berikutnya bersedia untuk dinilai KJPP.
“Hambatan paling besar adalah ada warga yang menolak, mereka itu tergabung dalam organisasi, organisasi kedaerahan yang sengaja tidak mau dilakukan penilaian, kemudian mereka juga bukan hanya menolak, tetapi mempengaruhi orang-orang yang tadinya mau ikut, yang tidak berpihak kemana-mana dipengaruhi supaya tidak ikut dinilai bahkan ada lagi kelompok yang selalu mengiming-imingi bahwa ini akan dibayar dalam hitungan per-meter harga tanah,” kata Misrad.
Dalam Penertiban Lahan UIII, Kementerian Agama tidak membayar lahan permeter, melainkan berdasarkan aset yang ada di atas bidang tanah yang sebelumnya digarap warga, baik dari sisi usaha, bangunan hingga tanaman yang ada di atasnya.
“Hambatan di lapangan sebetulnya cukup lumayan, tetapi karena kekompakan seluruh tim yang turun Alhamdulillah kendala itu bisa teratasi. Belum lagi di lapangan itu ada kepemilikan ganda, ada satu bidang diklaim dua sampai tiga orang, sehingga diantara warga sendiri bersitegang hingga nyaris bentrok, karena masing-masing bertahan mengatakan dia yang memiliki lahan tersebut,” tutur Misrad menceritakan.
Menghadapi situasi demikian, Kemenag dan KJPP bertindak tegas dan tidak menilai lahan yang masih dalam konflik saling klaim. “Kalau tidak clear ya kita tinggalkan saja, kita akan menilai sepanjang masyarakatnya kooperatif dan memenuhi persyaratan, kalau tidak dinilai mereka akan rugi sendiri.”
Misrad menjelaskan, setelah dilakukan penilaian oleh KJPP, selanjutnya masyarakat tinggal menunggu hasilnya diserahkan kepada Gubernur Jawa Barat. Gubernur nantinya akan menerbitkan Surat Keputusan terkait nama-nama yang berhak mendapatkan dana kerahiman termasuk besaran dananya sesuai nominasi dari KJPP.
Setelah mendapatkan dana kerahiman, warga diberi waktu tujuh hari untuk mengosongkan lahannya, baik meninggalkannya begitu saja, maupun membongkar sendiri bangunannya.
Sebagai informasi, penilaian aset warga pada Penertiban Lahan UIII tahap II ini telah berlangsung sejak 20 Agustus 2021 ini, sebagian besar warga mempersilahkan KJPP untuk menilai asetnya, bahkan di antara warga menjamu kedatangan rombongan tim di lapangan.