Rabu 01 Sep 2021 22:56 WIB

Inovasi Pertanian di Persimpangan

Integrasi ke BRIN dikhawatirkan membuat stagnasi dukungan teknologi pertanian.

(Foto: ilustrasi pertanian)
Foto:

Integrasi ke BRIN

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyikapi amanat UU No 11/2019 dengan melakukan “integrasi” 4 LPNK dan 48 lembaga litbang kementerian/lembaga (K/L). Integrasi ini bukan hanya kelembagaan, juga termasuk SDM, aset, program dan anggaran.

Secara operasional, integrasi mungkin bisa dilakukan untuk beberapa litbang K/L yang relatif kecil. Namun, akan berbeda proses dan dampaknya bagi litbang K/L besar seperti Balitbang Pertanian.

Ada beberapa potensi dampak yang perlu dipertimbangkan dari kebijakan integrasi tersebut. Pertama, dikhawatirkan melahirkan  stagnasi dalam penyediaan dukungan teknologi pertanian dan kebijakan yang dibutuhkan Kementerian Pertanian.

Sistem inovasi pertanian selama ini memastikan produk inovasi tersedia dan dapat segera digunakan petani dan stakeholder lain. Untuk merespons kebutuhan K/L, BRIN memang  merumuskan mekanisme kerja sama dengan K/L melalui skema penugasan atau kegiatan bersama. Namun, ini menimbulkan hambatan birokrasi baru yang dikhawatirkan tak bisa dengan cepat merespons kebutuhan K/L.

Pada akhirnya, membawa konsekuensi lebih jauh pada penurunan produksi pertanian, terutama pangan. Apalagi dalam kondisi masih berhadapan dengan pandemi Covid-19, hambatan-hambatan seperti ini sebaiknya dapat dihindari.

Kedua, dampak yang dikhawatirkan cukup serius adalah terhadap aspek SDM, terutama peneliti. Berbagai dampak terhadap degradasi kuantitas dan kualitas SDM riset yang perlu diantisipasi di antaranya, ada peneliti yang harus alih jabatan ke fungsional lain.

BRIN kemungkinan menetapkan persyaratan untuk peneliti K/L yang bisa bergabung, kemungkinan ada keharusan mengikuti uji kompetensi bagi peneliti yang bergabung ke BRIN setelah menyelesaikan tugas sebagai pejabat struktural. Dampak lainnya, keterbatasan formasi jabatan fungsional di setiap organisasi riset dan pusat penelitian tertentu.

Opsi integrasi

Sejalan dengan amanah UU No.11/2019, sebaiknya kita mempertimbangkan rekomendasi hasil kajian Knowledge Sector Initiative (KSI) bahwa BRIN sebaiknya lebih menempuh strategi soft integration ketimbang structural integration. Dengan model soft integration, kelembagaan litbang berikut SDM dan asetnya tetap melekat di K/L terkait, tetapi program dan anggaran dikoordinasikan oleh BRIN.  

Model ini mirip skema Prioritas Riset Nasional (PRN) yang digagas Kemenristek, melibatkan banyak K/L dan masih berlanjut sampai saat ini. Penyempurnaan skema ini,tentu perlu dilakukan terus berdasarkan hasil evaluasi yang mendalam.

Dengan skema ini kebutuhan K/L yang spesifik masih bisa direspons dengan baik dan tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement