REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kian jadi favorit di Tanah Air. Kemampuan mengubah sinar matahari menjadi tenaga listrik membuat PLTS punya 'penggemar' tersendiri.
Terlebih, semangat menghemat energi juga sedang merambah dunia. Itu sebagaimana sikap Indonesia yang telah menandatangani Perjanjian Paris atau dikenal sebagai ‘Paris Agreement’ tentang Perubahan Iklim tahun 2015.
Paris Agreement merupakan perjanjian dalam Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Saat ini, PLTS mulai akan diterapkan di sejumlah gedung di kawasan DPR/MPR RI Senayan, Jakarta. Pembangungan PLTS berkapasitas 2 Megawatt (MW) ini akan dimotori oleh Agra Surya Energy.
Seluruh biaya pemasangan PLTS Atap di Kawasan DPR/MPR RI merupakan investasi 100% dari Agra Surya Energy dan akan diserahkan sebagai milik Sekertariat Jenderal DPR RI pada waktunya.
"Pembangunan PLTS Atap di Kawasan DPR/MPR RI ini adalah sebuah kehormatan dan kepercayaan yang besar untuk meningkatkan energi baru terbarukan dan penurunan gas rumah kaca sebagaimana komitmen Indonesia pada Paris Agreement," kata Direktur Agra Surya Energy Harvey Tjokro usai melakukan penandatanganan kerjasama dengan Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar, seperti dalam keterangan resminya, Rabu (1/9).
Adapun Indra Iskandar menyebut PLTS Atap ini akan berdampak langsung dalam penghematan biaya operasional, memberikan semangat dan dorongan secara luas untuk menggunakan energi ramah lingkungan atau Green Energy di Indonesia.
"Selain itu PLTS Atap juga sebagai publikasi penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia bagi dunia internasional," ujarnya.
Selain PLTS Atap, PT Agra Surya Energy juga akan membangun Monumen Energi Surya Indonesia di salah satu lokasi di Kawasan DPR/MPR RI, yang direncanakan akan selesai pada akhir tahun 2021. Monumen Energi Surya Indonesia akan menghasilkan 156 KWp.