Selasa 31 Aug 2021 23:31 WIB

Dosen UGM Kembangkan Desain Rumah Tahan Gempa

Kelemahan bangunan terhadap gaya gempa karena bahan, berat, dan getas.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ilham Tirta
Pembangunan rumah tahan gempa (ilustrasi).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsyi
Pembangunan rumah tahan gempa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Ir Ashar Saputra mengatakan, desain Rumah Instan Struktur Baja (Risba) yang dia kembangkan bisa jadi alternatif rumah aman gempa. Desain itu juga bisa memenuhi prinsip berkelanjutan.

Struktur bangunan Risba sudah melalui tahapan penelitian berupa analisis struktur, desain, dan pengujian di laboratorium untuk mengetahui kinerja ketahanan gempanya. Tujuannya, mencegah kerusakan berat yang kerap terjadi kepada rumah saat gempa.

"Hasil pengujian di laboratorium, struktur Risba dapat memenuhi target kekuatan dan kekakuan untuk menahan beban gempa dengan rencana lokasi Lombok Utara dan Palu," kata Ashar, Selasa (31/8).

Jumlah rumah yang harus dibangun kembali karena rusak berat saat gempa terbilang cukup banyak. Lebih dari 400 ribu rumah gempa Aceh 2004, 250 ribu rumah gempa DIY 2006, 77 ribu rumah gempa NTB 2018, dan 65 ribu rumah pada gempa Sulawesi Tengah.

Secara teknis, kelemahan bangunan terhadap gaya gempa karena dua aspek sifat bahan bangunan yang dipakai, berat, dan getas. Bahan bangunan berupa tembokan bata merah cukup berat, sehingga gaya gempa yang ditanggung struktur bangunan menjadi besar.

"Jika tidak tersedia kekuatan dan kekakuan yang mencukupi, bangunan rumah termasuk dinding pasangan bata akan runtuh. Keruntuhan dinding pasangan inilah yang pada gilirannya dapat menimpa penghuni rumah dan menimbulkan korban," ujar Ashar.

Sifat material bangunan yang juga menyebabkan tidak tahan gempa karena sifat getas atau mudah patah dengan dorongan gempa. Bata dan komponen beton bertulang tidak penuhi standar teknik akan bersifat getas, sehingga mudah patah dan runtuh saat gempa.

Untuk mencapai kualitas tahan gempa, awet, dan standar teknis, Ashar memilih bahan baja sebagai struktur utama. Secara mekanika, memiliki perilaku ulet, liat, dan tidak mudah patah karena beban bolak-balik seperti yang ditimbulkan getaran gempa.

Selain itu, baja sudah tersedia di pasar dengan jumlah memadai untuk pembangunan secara massal dan sudah mengikuti standar SNI. Bahan baja memang tergolong mahal, namun dengan pemilihan penampang dan modifikasi, persoalan harga bisa diatasi.

Rumah dengan teknologi Risba sendiri telah cukup banyak diterapkan di proses rekonstruksi pasca gempa NTB dan gempa Sulawesi Tengah. Serta, baru-baru ini dibangun unit rumah contoh di Pulau Adonara, NTT setelah bencana Badai Seroja.

Menurut Ashar, pembangunan rumah Risba di Adonara jadi contoh teknologi ini mudah dipahami dan dilaksanakan masyarakat. Proses penjelasan teknis dilakukan hanya dalam waktu sekitar dua jam kepada mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Maumere.

"Tim mahasiswa merakit semua komponen di Kota Maumere dan mengirim komponen rumah menggunakan kapal tradisional setempat ke Pulau Adonara. Perakitan di lapangan dilaksanakan tenaga mahasiswa bergantian memakai peralatan sederhana yang ada," kata Ashar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement