Selasa 31 Aug 2021 04:55 WIB

Mengolah Sampah dengan Budi Daya Maggot yang Menguntungkan

DKI Jakarta menghasilkan 7.700 ton sampah per hari yang dikirim ke TPST Bantargebang.

Petugas memberikan pakan maggot di area edukasi pengolahan sampah Padepokan Restu Bumi, Ciracas, Jakarta, Sabtu (21/11). Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Jakarta Timur mengadakan program edukasi urban farming untuk warga sekitar seperti penanaman padi, budidaya maggot, berkebun dan berternak. Kegiatan itu juga memperingati Hari Pohon Sedunia yang jatuh tiap tanggal 21 November. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas memberikan pakan maggot di area edukasi pengolahan sampah Padepokan Restu Bumi, Ciracas, Jakarta, Sabtu (21/11). Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Jakarta Timur mengadakan program edukasi urban farming untuk warga sekitar seperti penanaman padi, budidaya maggot, berkebun dan berternak. Kegiatan itu juga memperingati Hari Pohon Sedunia yang jatuh tiap tanggal 21 November. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengajak warga mengolah sampah organik dengan memanfaatkan maggot atau larva dari lalat tentara hitam (black soldier fly). Karena budi daya maggot mampu menghasilkan nilai tambah bagi ekonomi rumah tangga.

Kepala Bidang Peran Serta Masyarakat DLH DKI Jakarta Agung Pujo Winarko menjelaskan, maggot merupakan solusi terbaik karena mampu mereduksi sampah organik dalam jumlah besar dan cepat.

Masyarakat diharapkan berpartisipasi mengolah sampah organik dari rumah tangga dengan memanfaatkan ulat maggot, selain cara lain yakni mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos.

Agung mengatakan, larva maggot dewasa mampu memakan sampah organik sebanyak dua hingga lima kali berat badannya per hari, dengan tidak perlu menggunakan lahan atau wadah yang besar. Ulat tersebut, lanjut dia, memiliki siklus perkembangan dari telur yang ditetaskan oleh lalat tentara hitam (BSF) menjadi bayi larva sampai tujuh hari.

Kemudian menjadi larva maggot dewasa selama 21 hari, kemudian menjadi pupa hingga meninggalkan cangkang dan kembali menjadi lalat dengan total siklus hidup selama 40-44 hari.

“Semua bisa dijual, mulai telur pasti laku, larva, pupa bisa dijual, cangkang pupa bisa buat tanaman, larva dewasa buat pakan ikan dan unggas, segala aspek ada manfaatnya,” kata Agung, beberapa waktu lalu.

Dengan cara ilmiah itu, lanjut dia, sampah terutama sampah organik bisa dikurangi dengan waktu relatif cepat tanpa menghasilkan pencemaran namun memiliki nilai ekonomi.

Di pasaran lapak daring, per kilogram larva maggot kering untuk pakan ikan dihargai kisaran Rp 50 ribu-Rp 60 ribu. Sedangkan pupa per 500 gram dijual kisaran Rp 50 ribu-Rp 52 ribu untuk calon lalat BSF.

Dia menjelaskan, DKI Jakarta menghasilkan sekitar 7.700 ton sampah per hari yang dikirimkan ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Dari jumlah itu, lanjut dia, sekitar 60 persen di antaranya dihasilkan dari kawasan permukiman atau rumah tangga.

“Dari 60 persen itu, 53 persen di antaranya adalah sampah organik,” ujar dia.

Di lingkungan pasar tradisional, 80-90 persen sampah yang dihasilkan merupakan sampah organik. Padahal, kata dia, kapasitas TPST Bantargebang diperkirakan sudah tidak lagi mampu menampung sampah kiriman dalam waktu beberapa tahun mendatang.

Sementara, di Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu, tengah mengoptimalkan keberadaan bank sampah di wilayahnya untuk mendongkrak perekonomian warga.

Sekretaris Kelurahan Kebagusan Mohammad Yohan mengatakan, di wilayahnya saat ini terdapat 14 bank sampah yang sudah melayani dengan sistem menabung. Salah satunya Bank Sampah Durian di RT 003 RW 08.

Menurut dia, Bank Sampah Durian memiliki 127 nasabah dengan tiga donatur tetap yang menyediakan anggaran untuk membayar sampah dari para nasabah. Yohan menambahkan, harga setiap kilogram (kg) sampah selalu mengalami perubahan.

Misalnya pada 25 Agustus, kertas koran dihargai sebesar Rp 2.200, gelas plastik Rp 8.000, dan tembaga merah sebesar Rp 55 ribu per kg. "Ada 274 kepala keluarga (KK) dan seluruhnya itu mendukung program bank sampah ini," ujar Yohan yang pernah belajar bank sampah di Rotterdam, Belanda itu.

Dia pun berharap optimalisasi pengelolaan sampah tersebut memantik kepekaan warga setempat untuk turut berpartisipasi aktif agar dapat mengurangi sampah di lingkungan warga.

"Antusiasme warga itu tinggi sekali. Apalagi nilai ekonomisnya tercapai kok, bahkan di Bank Sampah Durian 3, pengurusnya dapat honor hingga Rp 180 ribu per bulan," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement