REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai pemerintah punya niat untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT) serta mendorong laju pertumbuhan ekonomi hijau. Ia berharap transisi energi tidak hanya menjadi sebuah wacana.
"Saya menilai pidato Presiden Jokowi pada sidang tahunan MPR, DPR dan DPD pada 16 Agustus sudah tepat. Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi hijau untuk bisa tumbuh dengan lebih tinggi dan keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah (middle income trap)," kata Fabby dalam keterangan tertulis.
Fabby sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi, bahwa teknologi hijau akan berdampak penting bagi akselerasi perekonomian Indonesia ke depan. Fabby melanjutkan, perlu memisahkan pertumbuhan ekonomi (GDP) dan emisi gas rumah kaca, dan mempertahankan daya dukung lingkungan, maka pertumbuhan ekonomi yang berkualitas bisa terwujud.
"Untuk itu transformasi sistem energi sebuah keniscayaan karena energi adalah input untuk ekonomi. Dengan meningkatkan energi terbarukan maka ekonomi tumbuh lebih hijau," ucapnya.
Fabby menjelaskan, transisi energi tidak hanya menjadi sebuah wacana apabila strategi dan peta jalannya dimasukkan ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tahun-tahun selanjutnya.
"Saya kira pemerintah sudah punya intensi ke arah tersebut. Di waktu yang akan datang, intensi tersebut harus dinyatakan dalam rencana, kebijakan yang supportif, anggaran dan dukungan dari BUMN," ujarnya.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, pemerintah menganggarkan subsidi energi sebesar Rp134 triliun, naik 4,3 persen dibandingkan outlook subsidi energi pada 2021 sebesar Rp128,47 triliun. Fabby menilai alokasi anggaran tersebut belum mencerminkan transformasi energy seperti yang Jokowi sampaikan di depan anggota Dewan.
"Perlu lebih banyak alokasi anggaran untuk mengakselarasi pembangunan energi baru dan energi terbarukan," ujarnya.
Menurut Fabby, APBN saat ini masih menitikberatkan pada upaya mengatasi krisis ekonomi dan dampak krisis Covid-19. Pemerintah cenderung hati-hati karena kondisi tahun depan tidak ada kepastian, sehingga anggaran menitikberatkan pada perlindungan sosial.
"Saya berharap bisa ada pembahasan lebih intensif di DPR terkait program dan anggaran menyelaraskan pemulihan ekonomi dan pembangunan rendah karbon, menjadi pemulihan ekonomi hijau," kata Fabby.
Sementara anggota Komisi VII DPR, Dyah Roro Esti, menilai pidato Jokowi mengenai RAPBN 2022 menggambarkan keseriusan pemerintah terhadap transformasi energi. Menurut Esti, pemerintah telah menyiapkan tujuh prioritas nasional tahun 2022, tiga di antaranya mendukung transformasi energi, yakni prioritas pertama, kelima dan keenam.
Prioritas pertama, adalah tentang memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan, di mana salah satu kegiatannya adalah percepatan transisi energi. Prioritas kelima tentang penguatan infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar, adapun infrastruktur energi dan ketenagalistrikan adalah salah bentuk penguatan tersebut.
Prioritas keenam adalah pelestarian lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim. Salah satu bentuk kegiatannya adalah peningkatan capaian penurunan emisi dan intensitas emisi GRK pada masa pemulihan aktivitas sosial-ekonomi dengan fokus penurunan emisi gas rumah kaca di sektor lahan, industri, dan energi.
"Dari paparan tersebut, dapat kita lihat penjabaran mengenai rencana transformasi pada pidato Presiden. Saya optimistis dan turut mendukung untuk keberlangsungan rencana jangka panjang Indonesia melakukan transformasi ke arah EBT," ucap Esti.