Jumat 27 Aug 2021 16:47 WIB

Kang Emil Nilai Mural Kritik Politik Butuh Didiskusikan

Kurangnya dialog terkait seni budaya dan politik membuat karya mural jadi kontroversi

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
Foto: Edi Yusuf/Republika
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Adanya mural yang memuat kritik di salah satu jalan layang di Kota Bandung sempat ramai akhir-akhir ini menjadi kontroversi bahkan urusan hukum. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun, memberikan tanggapan terkait hal ini. 

Kang Emil sapaan Ridwan Kamil menilai, kurangnya dialog terkait seni budaya dan politik membuat karya mural itu jadi kontroversi. Menurutnya, mural kritik politik seharusnya ditanggapi biasa saja.  Dirinya sendiri, tidak mempermasalahkan hal tersebut. Karena saat masih menjabat Wali Kota Bandung pun, urusan pemberian ruang pada seni sudah dilakukan olehnya 

 

photo
Sejumlah anak bermain di dekat mural yang bertuliskan Mural Is Dead di kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (27/8). Mural tersebut merupakan bentuk ekspresi dari sejumlah seniman sekaligus media penyampaian kritik sosial kepada pemerintah di masa pandemi Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

 

"Tradisi seni kota ini saya mah sangat senang. Dulu saya zaman wali kota kan memberikan ruang-ruang. Tiangnya Pasupati dimural, di dinding Siliwangi dimural, tidak masalah,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil dalam jumpa pers virtual di Bandung, Jumat (27/8).

Namun, kata dia, karena persoalan seni mural yang tampil bermuatan politik, Emil menilai yang perlu dikedepankan adalah etika budaya dan batasan-batasan yang harus dimengerti para pelaku mural.

”Tinggal kita menyepakati secara etika budaya, batas-batasnya aja ya, selama memenuhi kearifan lokal, etika yang disepakati, saya kira tidak ada masalah," katanya.

Ranah seni, kata dia, mengundang kontroversi atau perdebatan ketika mengetengahkan kritik politik. Oleh karena itu, Emil menilai penting mendiskusikan hal ini dengan para budayawan dan seniman. Pemerintah menurutnya harus memfasilitasi ruang diskusi.

"Memang terjadi perdebatan, apakah mural kritik ini boleh, tidak. Boleh saya kira media bisa menarasikan mendiskusikan. Bagi saya ini bagian dari dialog, jangan-jangan karena kita jarang dialog. Diskusikanlah mural dan politik, undang semua seniman, sampai ketemu kesepakatannya di mana definisi kritik yang baik atau tidak," paparnya.

Masalah mural, kata dia, adalah masalah kesepakatan budaya. Namun, dirinya secara pribadi tidak memiliki masalah dengan mural, bahkan ia sering memfasilitasi lukisan dinding tersebut. 

"Yuk kita ngobrol kita diskusikan seni ekspresi ruang publik itu batas-batasnya seperti apa. Tentu semua juga ada perdebatan dan yang harus disepakati," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement