Kamis 26 Aug 2021 20:47 WIB

Fatwa Halal Vaksin Pfizer yang Masih Diuji MUI

MUI juga belum mengeluarkan fatwa bagi vaksin Moderna.

Tenaga kesehatan dari puskesmas Kecamatan Kelapa Gading bersiap menyuntikan vaksin Covid-19 Pfizer di Gedung Judo, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (23/8). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai membuka layanan vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin Pfizer mulai hari ini. Vaksin Pfizer tersebut diperuntukkan untuk masyarakat umum berusia 18+ yang belum pernah menerima dosis 1 atau 2 vaksin COVID-19.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Tenaga kesehatan dari puskesmas Kecamatan Kelapa Gading bersiap menyuntikan vaksin Covid-19 Pfizer di Gedung Judo, Kelapa Gading, Jakarta, Senin (23/8). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai membuka layanan vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin Pfizer mulai hari ini. Vaksin Pfizer tersebut diperuntukkan untuk masyarakat umum berusia 18+ yang belum pernah menerima dosis 1 atau 2 vaksin COVID-19.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kiki Sakinah, Meiliza Laveda

Indonesia saat ini sudah kedatangan sejumlah merk vaksin Covid-19. Bila di awal tahun penggunaan vaksin Covid-19 didominasi oleh Sinovac, kini setidaknya sudah tersedia pula Sinopharm, AstraZeneca, Moderna, dan terbaru Pfizer.

Baca Juga

Namun belum semua vaksin Covid-19 mendapatkan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setidaknya hingga Kamis (26/8), MUI belum mengeluarkan fatwa terkait status kehalalan dari vaksin Pfizer dan Moderna.

MUI menyatakan, bahwa pihaknya saat ini tengah mengkaji vaksin Pfizer. MUI baru melakukan Sertifikasi Halal pada tiga produk vaksin Covid-19, di antaranya Sinovac, AstraZeneca, dan Sinopharm.

"Untuk vaksin Pfizer saat ini sedang dikaji MUI dan dalam waktu dekat segera akan difatwakan," kata MUI seperti dikutip dari situs resminya, Kamis (26/8).

MUI telah menetapkan bahwa vaksin Sinovac halal. Sedangkan untuk vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, MUI menetapkan keduanya haram.

Kendati demikian, MUI menyatakan penggunaan keduanya dibolehkan, karena kondisi yang mendesak, adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi, ketersedian vaksin Covid-19 yang halal tidak mencukupi, serta sulitnya mendapatkan dosis Vaksin Covid-19.

MUI menyampaikan bahwa dalam menetapkan fatwa produk halal, pihaknya melakukannya berdasarkan pada tiga hal. Pertama, bahan baik bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong harus halal. Kedua, proses produksi halal harus dijamin tidak terkontaminasi dengan najis. Ketiga, adanya sistem dalam perusahan yang menjamin kehalalan mulai dari hulu sampai hilir.

Selain itu, MUI menambahkan bahwa vaksin-vaksin yang sudah difatwakan dan akan difatwakan adalah hasil diplomasi dan kerja sama bilateral antara pemerintah dengan negara asal produsen vaksin. Dengan skema kerja sama bilateral tersebut, pemerintah diberikan akses dengan perusahaan untuk proses audit sertifikasi halal.

MUI kemudian menjelaskan terkait vaksin Moderna, yang didapatkan Pemerintah melalui jalur multilateral. Vaksin ini didapat secara gratis dengan fasilitas Covax/Gavi. Skemanya adalah WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara-negara yang tergabung dalam Covac tersebut.

Menurut MUI, melakukan proses sertifikasi halal untuk vaksin yang didapatkan dengan skema multilateral seperti itu agak rumit dan panjang alurnya. Sebab, pemerintah tidak memiliki akses langsung dengan perusahaan vaksin.

"Sehingga MUI pun tidak dapat mengakses data-data tentang bahan, proses produksi vaksin yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan fatwa atas kehalalan produk vaksin Moderna," jelas MUI.

Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad, mengatakan vaksin Pfizer dapat digunakan jika dalam keadaan darurat. “Mungkin karena keadaan darurat, kita kekurangan vaksin untuk mengejar target, vaksin Pfizer bisa digunakan sambil menunggu fatwa MUI,” kata Dadang, Kamis (26/8).

Selain karena dalam kondisi darurat, Dadang juga menyoroti penggunaan vaksin yang ada di negara mayoritas Islam. “Kalau melihat negara Islam lainnya juga menggunakan Pfizer, seperti Arab Saudi,” ujar dia.

Selain itu, dia juga mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu memberikan edukasi kepada masyarakat yang masih tidak mau divaksin. Sebab, vaksin merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan guna melawan pandemi Covid-19. Dia meminta agar pemerintah selalu mengedukasi masyarakat tentang vaksinasi.

“Perlu pemberian edukasi yang masif dari pejabat negara maupun tokoh agama serta tokoh masyarakat untuk meyakinkan bahwa vaksin itu salah satu ikhtiar mengendalikan pandemi,” tambahnya.

Beberapa hari lalu, vaksin Pfizer didatangkan ke Indonesia. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai membuka layanan vaksinasi Pfizer pada Senin (23/8). Vaksin Pfizer diperuntukkan untuk masyarakat umum berusia 18+ yang belum pernah menerima dosis 1 atau 2 vaksin Covid-19.

Vaksin Pfizer sebelumnya sudah dinyatakan kehalalannya oleh para sarjana dari beberapa seminari Islam paling berpengaruh di Inggris. Fatwa halal tersebut keluar dari akhir tahun lalu.

Pemerintah Inggris juga disebut telah mengonfirmasi bahwa vaksin tersebut tidak mengandung komponen asal hewan haram. Fatwa ditandatangani para sarjana Deobandi Yusuf Shabbir dan Mufti Shabbir Ahmad dari Darul Uloom Blackburn, Mufti Muhammad Tahir dari Darul Uloom Bury, dan konsultan NHS Mawlana Kallingal Riyad.

"Kami menghubungi perusahaan Pfizer untuk meminta rincian bahan vaksin. Awalnya, bahan yang menjadi perhatian hanya kolesterol, karena bisa bersumber dari lemak hewani meski biasanya bersumber dari telur ayam," kata mereka yang menetapkan fatwa halal, dilansir dari laman 5 Pillars Uk.  

"Pernyataan pemerintah tersebut menegaskan bahwa vaksin tidak bersumber dari lemak hewani yang haram, oleh karena itu halal. Perusahaan juga telah mengonfirmasi hal ini melalui email kepada kami yang menyatakan semua eksipien lipid yang digunakan dalam vaksin Covid-19 mRNA BNT162b2 berasal dari sumber yang diturunkan dari tumbuhan atau sintetis. Vaksin tidak mengandung komponen hewan haram," jelas mereka.

"Harap dicatat bahwa jawaban ini khusus untuk vaksin Pfizer BioNTech Covid-19 berdasarkan bahan-bahannya saat ini, dan tidak mencakup vaksin lain yang akan datang," ujar mereka.  

“Perlu diketahui juga bahwa jawaban ini terkait dengan diperbolehkannya vaksin secara Islam. Keputusan untuk menggunakan vaksin adalah keputusan pribadi yang dibuat setiap individu. Individu disarankan membaca brosur informasi pasien untuk memahami manfaat dan risikonya dan juga berdiskusi dengan profesional medis jika mereka memerlukan informasi lebih lanjut," kata mereka.

Sedang di Malaysia, vaksin Pfizer juga sudah digunakan tanpa melalui pembahasan sertifikasi halal. Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah pada Desember tahun lalu mengatakan vaksin Covid-19 tidak harus mendapatkan sertifikasi halal agar dapat didistribusikan di Malaysia.

"Jika mereka (vaksin) bisa mendapatkan sertifikasi halal itu akan lebih baik, tapi kami tidak mendaftarkan obat berdasarkan status halal atau tidak. Kami juga mendaftarkan obat non-halal," kata Hisham.

photo
Vaksin Moderna - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement