Selasa 24 Aug 2021 15:05 WIB

KSPI Catat 50 Ribu Buruh Sudah Di-PHK Pada 2021

KSPI menilai Omnibus Law Cipta Kerja gagal menciptakan lapangan kerja baru.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus raharjo
Sejumlah massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4). Pada aksi tersebut mereka menutut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law, pemberlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) untuk tahun ini dan mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4). Pada aksi tersebut mereka menutut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law, pemberlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) untuk tahun ini dan mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat sekitar 50 ribu buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal 2021. "Ancaman PHK sudah di depan mata. Data KSPI kurang lebih 50 ribu buruh ter-PHK dari mulai awal tahun 2021,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam konferensi pes virtual, Senin (23/8).

Data ini termasuk kasus PHK yang tidak terkait langsung dengan Covid-19. Said mengingatkan dampak PHK sudah banyak terjadi di berbagai daerah. "Industri yang terkena PHK adalah tekstil, garmen, sepatu. Salah satu sebabnya adalah permintaan dari luar negeri yang menurun," ujar Said Iqbal.

Dia mencontohkan, untuk produksi sepatu seperti Nike, Adidas, Puma dengan orientasi ekspor. Setahun terakhir terjadi penurunan kapasitas produksi karena permintaan menurun. Hal yang sama juga terjadi dengan industri tekstil seperti Uniqlo atau H&M.

Menurutnya, di Bandung Barat buruh yang di-PHK hampir 7.100 orang dan di Cimahi hampir 4.000 orang. Industri lain yang terkena PHK yaitu pabrik yang memproduksi komponen otomotif dengan orientasi ekspor. "Katakanlah onderdil mobil atau jok mobil, karena orderan turun dan kapasitas produksi turun ya terdampak. Dan itu sudah di PHK masih ratusan buruh yang ter PHk di komponen otomotif. Karyawan kontrak dipecat. Masih ada pengangguran baru," ujarnya.

Dari data yang terkumpul di KSPI dari serikat pekerja tekstil garmen sepatu yang tergabung di SPN, pada bulan Juni 2021 saja telah terjadi PHK sebanyak 12.571 buruh di 13 perusahaan di Tangerang, Bogor, Bandung, Cimahi, dan Jawa Tengah. Said Iqbal menegaskan, hingga saat ini pihaknya belum melihat ada ada investasi baru yang menyerap tenaga kerja. Tetapi yang ada, yang ada karyawan tetap dipecat dan direkrut baru. “Seolah-olah itu penyerapan tenaga kerja baru. Padahal bukan," tegasnya.

Karena itu, KSPI menilai Omnibus Law UU Cipta Kerja terbukti gagal untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Justru yang terjadi, PHK semakin mudah dilakukan. Menurutnya, jika ada perekrutan pekerja baru, statusnya diubah menjadi outsourcing atau karyawan kontrak yang tidak memberikan kepastian kerja dan kepastian pendapatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement