Sabtu 21 Aug 2021 11:13 WIB

Hello Sadness:Ratapan Bollywood Hingga Bonjour Tristesse?

Paradigma dan format baru politik dalam dan luar negeri

Adegan Film Khabi Khushi Khabi Gham
Foto: India today
Adegan Film Khabi Khushi Khabi Gham

IHRAM.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.

Pada bulan Mei 2021 terjadi konflik senjata Hamas vs Israel. Orang menduga sebagai conflict as usual. Sebentar lagi juga stop sendiri. Orang hafal memang sejak 1967 selalu demikian.

Ternyata konflik Mei 2021 beda dengan serangkaian konflik pasca 1967. Time frame konflik Mei 2021 selama 11 hari, negara barat tak ada yang campur, bahkan komentar pun tidak. Lebih tak terduga konflik berujung rundingan dan Israel menurut saja.

Belum hilang rasa keterkejut itu, mendadak Taliban berpentas di Afganistan. Begitu USA mnyatakan tinggalkan Afgan,  time frame Kabul jatuh bagai terukur.

Saya hormat pada yqng  berpendapat USA keok, tapi kalau belajar dari kasus perang Vietnam, maka kesimpulan bisa lain karena format yang dipake untuk Taliban mirip dengan yang dipakai di Vietnam di mana US Army pergi dari Vietnam dan beberp tahun kemudian kembali. AS tidak fisik tapi kembali dengan pengaruhnya yang datang di Vietnam.

Melihat Taliban Agustus 2021, saya simpulkan ini format baru, kotet tetap sama. Namun saya hargai pendapat lain.

Gaza membangun sekarang dengan bantuan Mesir. Mesjid indah Palestina pun sudah diresmikan. Maka sudah ada terbentuknya negara Palestina, Israel tak boleh ganggu, apalagi kalau Negara Palestina berdiri.

Sementara itu Taliban akui tak kurang dari enam kali mereka bertemu Trump. Tampaknya politik luar negeri USA tak berubah, tapi dengan paradigma baru. Begitu pun di Asia Tenggara. Penyelesaian soal Myanmar dengan cara militer didiamkan saja oleh USA.  Dan penyelesaian krisis pemerintahan Malaysia juga tak dikomentari USA. 

Bagaimana dengan Indonesia? Baru-baru ini Megawati menangisi Presiden Jokowi yg diejek medsos. Padahal netizen di medsos berkelakuan begini sudah lama, kok baru menangis sekarang. Tentu Mega punya alasan shahih untuk menangis. Karena dua-tiga hari sebelum tangisi Jokowi, Mega tegur  keras Jokowi agar stop pencitraan.

Meyakinkan, kalau di antara dua event itu terjadi pertemuan Jokowi-Mega. Kalau pertemuan itu ada, tentu Jokowi menceritakan sesuatu kepada Mega, ini sebab sejati banjir air mata pada acara zoom Megawati. Sesuatu yg diceritakan Jokowi pada Mega jelas bukan kisah film Bollywood yang meski sedih tapi berjoged dan menyanyi. Namun itu mirip kisah Prancis yang kelam dan meratap-ratap: Bonjour  Tristesse, film 1958 Otto Preminger. Maka kesediham menjadi ucapan salam:Hello Sadness?

photo
Poster film Prancis di tahun 1958 Bonjour Tristesse (Halo Kesedihan). - (Google.com)

 

Berdekatan dengan kisah sejarah tangis Megawati (Mega), Prabowo imbau agar kita tiru pimpinan partai komunis China. HUT PKC 1 Juli, apresiasi baru satu setengah bulan kemudian. Apa mau bikin USA cemburu? Susahnya kalau tidak dihirau. Emang gue pikirin?

Expresi unik kedua tokoh ini menggiring saya pd kesimpulan bhw telah tiba "Sandya Kala Ning Majapahit". Di mana Majapahit bubar pada 1479 karena kehabisan ongkos.

"Do not cry Argentina," itu kata Evita Peron. Tapi di sini 'Mau do not ape ye..? Donat kali ye? Ampuuuun..?

Tapi itulah dunia yang Khabi Kushi Kabhi Gham: Kadang Sedih Kadang Gembira!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement