REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Destinasi wisata di Jabar saat ini masih belum bisa beroperasi secara maksimal di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali. Namun, begitu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat sudah menyusun serta menjalankan strategi untuk kesiapan adaptasi para pelaku industri di tengah upaya pemulihan industri pariwisata.
Saat ini, kebijakan PPKM tersebut diputuskan diperpanjang hingga 23 Agustus. Bedanya, ada sejumlah relaksasi untuk kegiatan ekonomi, termasuk bagi industri pariwisata, contohnya cafe dan restoran sudah boleh membuka layanan dine in dengan sejumlah aturan yang ketat.
Namun, kebijakan ini belum berlaku bagi pembukaan tempat wisata. Karena, setiap pemerintah daerah memiliki kebijakan masing-masing. Ada yang memperbolehkan, ada pula yang memilih untuk menundanya.
Menurut Kepala Disparbud Jabar, Dedi Taufik, pilihan dari setiap pemerintah daerah harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak. Karena, setiap keputusan itu pasti mempertimbangkan sektor kesehatan. Tapi setidaknya, relaksasi untuk beberapa sektor ekonomi menjadi sinyalemen positif bahwa penanganan pandemi sudah di jalur yang baik.
“Salah satu fokus yang harus dilakukan adalah, ketika relaksasi untuk industri pariwisata dibuka sepenuhnya, para pelakunya sudah siap. Strategi ini sudah disusun dan berjalan. Apalagi ini sudah memasuki adaptasi era wajib vaksinasi juga kan,” ujar Dedi, Jumat (20/8).
Dedi mengatakan, ada lima pilar pemulihan pariwisata di Jawa Barat yang masuk dalam strategi. Yakni memperkuat nilai budaya bersih sehat dan aman. Dari sisi kelembagaan, membentuk SDM yang tidak rentan dengan krisis sekaligus menjalin kemitraan berbasis komunitas, peningkatan infrastruktu destinasi wisata termasuk tata kelola dan manajemen kepariwisataannya, peningkatan daya saing dan ekosistem industri hingga penguatan pemasaran.
Di sisi lain, kata dia, ada empat pendorong yang bisa membangkitkan pariwisata saat pandemi Covid-19. Pertama adalah peran pemerintah dalam hal peningkatan testing, vaksinasi, stimulus, bantuan sosial hingga kebijakan perjalanan antar negara.
Faktor lainnya, kata dia, adalah pemanfaatan teknologi, ketiga adalah mengoptimalkan potensi lokal. Terakhir adalah memulihkan dan menjaga kepercayaan pasar dengan peningkatan kapasitas SDM, promosi untuk dalam negeri dan luar negeri, memperbaiki tata kelola dan vaksinasi para pegawai.
Strategi tersebut, kata dia, diharapkan bisa memperbaiki industri pariwisata yang terdampak luar biasa tahun 2020 lalu. Saat itu, sedikitnya ada 2.768 usaha pariwisata dari mulai hotel, restoran, destinasi, ekonomi kreatif dan biro perjalanan yang terdampak.
“Tahun ini, seiring dengan percepatan vaksinasi dan hasil evaluasi, sudah ada 20.413 karyawan dari 336 perusahaan yang bergerak di industri pariwisata yang mendapat vaksinasi Covid-19. Angka ini akan kami tingkatkan, sesuai dengan arahan Pak Gubernur (Ridwan Kamil),” paparnya
Menurutnya, Sertifikat CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability) dari Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) sudah didapatkan oleh sekitar 798 perusahaan atau pengelola industri pariwisata. "Jumlah ini diharapkan terus bertambah,” katanya.
Upaya percepatan vaksinasi yang menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pun masuk dalam strategi. Salah satunya, adalah menyelenggarakan vaksin on the spot di taman wisata atau mal. Selain itu bekerja sama dengan instansi lain membuat sentra vaksinasi.