Kamis 19 Aug 2021 17:05 WIB

Vaksinasi Semua Siswa Dahulu, Sekolah Tatap Muka Kemudian

Jokowi persilakan sekolah gelar pembelajaran tatap muka setelah semua siswa divaksin.

Siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar saat pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan penerapan kapasitas siswa masuk kelas sebanyak 25 persen di UPT SMPN 1 Kanigoro Blitar, Jawa Timur, Kamis (19/8/2021). Pemkab Blitar mulai melakukan ujicoba PTM pada sekolah tingkat TK sebanyak 10 persen, SD sebanyak 60 persen, dan SMP sebanyak 30 persen dari total jumlah sekolah diwilayahnya dengan penerapan protokol kesehatan ketat, setelah daerah tersebut ditetapkan menjadi kawasan PPKM Level 3.
Foto:

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih mengumpulkan data sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Diperkirakan, pekan depan sudah ada data terbaru dari PTM terbatas di satuan pendidikan seluruh Indonesia.

"Daerah-daerah sedang proses untuk PTM jadi data belum ter-update," kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, dihubungi Republika," Selasa (17/8).

Satuan pendidikan yang berada pada wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1-3 sudah diizinkan melakukan PTM terbatas. Jumeri mengatakan, PTM terbatas harus diiringi dengan mitigasi riisko penularan Covid019 dan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Pelaksanaan PTM terbatas ataupun pembelajaran jarak jauh (PJJ) wajib mengacu pada SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Selain itu, PTM terbatas juga dilaksanakan dengan mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri tentang PPKM.

"Pemberlakuan PPKM bersifat dinamis. Bagi daerah yang sudah diperbolehkan menyelenggarakan PTM terbatas, maka dalam pelaksanaannya harus mengedepankan kehati-hatian dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat," ujar Jumeri.

Lebih lanjut, pembelajaran yang tidak maksimal selama pandemi menyebabkan risiko learning loss semakin tinggi. Risiko semakin menguat karena kegiatan belajar mengajar di sekolah terpaksa dilakukan secara jarak jauh untuk menekankan penularan Covid-19.

PJJ dalam praktiknya menimbulkan kesulitan, terutama bagi peserta didik di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T). Kebanyakan wilayah 3T merupakan daerah yang termasuk dalam PPKM level 1-3, atau sudah boleh melakukan PTM terbatas.

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Jejen Musfah menyatakan, dirinya setuju jika siswa dan guru harus divaksinasi sebelum sekolah tatap muka. Namun, meskipun sudah dilakukan vaksinasi protokol kesehatan harus tetap diberlakukan dengan ketat.

"Jika vaksinasi hanya jadi satu-satunya syarat, ini tidak adil karena guru, siswa, siap divaksin tetapi terkendala stok, tenaga kesehatan, dan prioritas vaksin," kata Jejen, Kamis (19/8).

Ia mengatakan, PTM terbatas dengan protokol kesehatan harus berjalan beriringan. Pendidikan di Indonesia tidak bisa terlalu lama dilakukan secara daring, apalagi masih banyak daerah yang kesulitan jaringan internet dan listrik.

PTM, lanjut Jejen, bisa mengurangi kebosanan dan kejenuhan siswa yang selama lebih dari satu tahun ini melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Bertemu dengan teman-teman sebayanya di sekolah akan membantu mengobati rasa bosan dan tidak nyaman anak selama PJJ.

Ia pun berharap agar pemerintah terus mendorong vaksinasi terhadap guru dan anak. "Jika vaksinasi guru siswa belum 100 persen, sebaiknya tetap boleh PTM, khususnya yang terkendala internet dan laptop. Saya yakin guru siswa sudah siap dengan protokol kesehatan," kata dia lagi.

Sementara itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan sekolah yang tatap muka harus memastikan guru dan siswanya sudah divaksin, khususnya bagi anak berusia 12-17 tahun. Bagi anak yang belum divaksin, ia menyarankan agar diberi fasilitas PJJ.

Sebelum melakukan tatap muka, juga perlu diperhatikan rata-rata kasus positif harian di daerah tempat sekolah berada. Satriwan menegaskan, harus memperhatikan anjuran WHO bahwa tatap muka diperbolehkan jika rata-rata kasus positif di satu daerah di bawah lima persen.

Selain itu, ia menambahkan, daftar periksa sekolah juga harus dipastikan dipenuhi. "Saya rasa, ini bersifat saling melengkapi. Tidak bisa satu terpenuhi tapi yang lainnya diabaikan," kata Satriwan menegaskan.

photo
Ilustrasi Sekolah Tatap Muka - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement