Rabu 18 Aug 2021 17:12 WIB

Sedikit Bicara dan Berbuat Nyata

Muhammadiyah jadi salah satu elemen bangsa yang berkontribusi menangani pandemi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Jajaran pengurus PP Muhammadiyah Jakarta.
Foto: Dokumen.
Jajaran pengurus PP Muhammadiyah Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tujuh puluh enam tahun Indonesia merdeka bagi Muhammadiyah, salah satu organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar di Tanah Air, memiliki arti tersendiri. Karena peringatan kali ini akan menjadi momentum untuk berserah sambil terus berkontribusi menangani semua dampak yang disebabkan pandemi Covid-19.

Ketua Umum PP Muhammdiyah, Prof Haedar Nashir menyatakan, dalam konteks kebangsaan ormas yang dipimpinnya tetap konsen kepada usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, menciptakan keadilan sosial, perdamaian, dan nilai-nilai luhur sebagai komitmen perjuangan bangsa.

Apalagi lanjut dia, semangat berdema, membantu, dan berbagi untuk kemanusiaan tanpa diminta merupakan watak Muhammadiyah. ’’Kita membangun pola pikir, sistem, dan langkah yang nyata dan berkontribusi signifikan bagi perwujudan cita-cita kebangsaan itu. Muhammadiyah melalui Lazismu dan ‘Aisyiyah telah mewujudkan semangat berderma untuk kemanusiaan,’’ kata Haedar.

Haedar menyatakan, Muhammadiyah menjadi salah satu elemen bangsa yang telah dan terus berkontribusi besar dalam penanganan pandemi. Etos sedikit bicara banyak bekerja membuat setiap kerja nyata mampu diberikan Muhammadiyah tanpa banyak berkata.

Untuk konteks pandemi, Muhammadiyah bergerak lewat Muhammadiyah Covid Command Center (MCCC), ‘Aisyiyah, amal usaha, kemudian rumah sakit dan perguruan tinggi sampai jaringan ke bawah. Kontribusi Muhammadiyah untuk penanganan pandemi ini dilakukan sejak 2 Maret 2020.

’’Sehingga, kalau dihitung dengan dana sudah sangat besar. Tapi lebih dari itu spirit yang dibawa tetap optimistis, ikhtiar lahir dan batin. Muhammadiyah jadi contoh kekuatan masyarakat yang berbuat nyata saat bangsa menghadapi masalah besar,’’ ungkapnya.

Ia menuturkan, Muhammadiyah sejak awal memiliki spirit Al Maun yang dilembagakan lewat sistem. Karenanya, dalam setiap keadaan Muhammadiyah selalu terpanggil untuk berbuat menyelesaikan masalah yang jadi konsen kemanusiaan.

Untuk konteks ini, Muhammadiyah karena sistem dan jaringan organisasinya sudah relatif mapan, membuatnya bisa berbuat kontributif untuk bangsa tanpa publikasi hingar bingar. Etos ini memang hidup di tubuh warga dan sistem Muhammadiyah.

Menurutnya, etos sedikit bicara banyak bekerja ini menjadi pembeda pada era media sosial yang masyarakatnya cenderung apa-apa diwartakan, diberitakan, dan menjadi isu sosial. Sebab, kita berada dalam suasana yang penuh dengan realitas buatan.

Ketika semua orang banyak menyampaikan isu-isu seakan identik dengan berbuat nyata, satu sisi memang memiliki makna. Tapi, belum tentu semua orang terpanggil untuk berbuat dari apa yang dikatakan lewat media massa maupun media sosial.

’’Fenomena simulacra (realitas semu) ini tidak disadari banyak orang, sehingga orang terjebak kepada jebakan-jebakan media sosial yang simulacra tadi. Boleh jadi juga ketika muncul orang-orang memberi bantuan ternyata bukan mungkin terbawa suasana simulacra,’’ kata Haedar.

Haedar menerangkan, Muhammadiyah merasa belum maksimal, tapi ingin berbuat yang terbaik dan optimal untuk kemajuan bangsa dan negara. Terlebih, dalam kondisi seperti ini jika demi kemanusiaan memang Muhammadiyah tanpa kompromi.

Jika memang harus berkorban, apalagi tidak banyak teman yang memiliki pola pikir sama, Muhammadiyah berbuat di tempat yang mereka bisa. Yang terpenting, kata Haedar, apa yang mereka lakukan bisa berdampak nyata untuk masyarakat luas, tanpa mengklaim mereka yang terbaik.

Tapi, di tubuh bangsa perlu ditumbuhkan rasa saling menghormati dan percaya satu sama lain. Sehingga, menghadapi musibah ini kita bisa lebih optimistis, berbuat banyak, dan ada modal mental yang kokoh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement