Rabu 11 Aug 2021 21:22 WIB

Ini Tantangan Transportasi Multimoda di Indonesia

Keterpaduan antar simpul saat ini belum terhubung secara optimal.

Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi
Foto: istimewa
Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sarana transportasi multimoda saat ini memiliki sejumlah tantangan yang harus diatasi oleh Indonesia. Optimasi kapasitas pelabuhan dan pengembangan interkoneksi bisa menjadi cara peningkatan keterpaduan jaringan prasarana tersebut.

“Setidaknya ada tiga tantangan. Pertama, masalah dalam keterpaduan jaringan prasarana. Kedua, masalah dalam keterpaduan jaringan pelayanan. Ketiga, masalah dalam pembinaan dan pengembangan usaha multimoda,” kata Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, saat menjadi pembicara kunci pada acara webinar bertema 'Transportasi Multimodal Dalam Mewujudkan Visi Logistik Indonesia 2025'.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Indonesian Multimodal Transport Association (IMTA) ini menjadi ikhtiar dalam mempersiapkan visi logistik Indonesia di 2025. Tampil sebagai pembicara kegiatan tersebut di antaranya Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Ayodhia G L Kalake, Staf Ahli Menteri Bidang Logistik, Multimoda dan Kes Phb Dr. H. Cris Kuntadi, SE, MM, akademisi Institut Teknologi Sepuluh November Dr. Saut Gurning, serta Vice President Terminal PT Kereta Api Logistik, Didik Harijanto.

Cris Kuntadi turut menjelaskan sejumlah permasalahan transportasi antarmoda/multimoda yang saat ini terjadi. Dikatakannya, ada tiga masalah utama permasalahan transportasi antarmoda/multimoda.

Pertama keterpaduan jaringan prasarana. Dikatakannya, pembangunan jaringan prasarana transportasi di tingkat wilayah ditangani beberapa kementerian dan pemerintah daerah sehingga diperlukan unit organisasi untuk mengkoordinasikan perencanaan dan pembangunan jaringan prasarana agar tidak terjadi kapasitas berlebih pada masing-masing moda.

"Belum berkembangnya fasilitas logistics center membuat pengguna jasa dan operator sulit mendapatkan informasi muatan dan angkutan. Keterpaduan antar simpul saat ini belum terhubung secara optimal. Kemudian, pembangunan simpul terminal masih sering kurang memperhatikan penyediaan prasarana trans shipmen," ujar Cris dalam keterangannya kepada Republika.co.id di Jakarta, Rabu (11/8).

Kedua, keterpaduan jaringan pelayanan angkutan barang dan penumpang. Penanganan keterpaduan jaringan pelayanan (rute) angkutan antarmoda/multimoda kurang optimal. Dokumen angkutan barang yang digunakan masih bersifat masing-masing moda.                                                 

"Kompatibilitas antar sarana dan fasilitas penunjang masih belum optimal. Selain itu, pengembangan sistem informasi di bidang transportasi antarmoda/multimoda sudah berjalan tetapi masih bersifat parsial seperti tracking and tracing system," ujar Cris lagi.  

 

Ketiga, pembinaan dan pengembangan pengusahaan. Perusahaan penyedia jasa logistik belum mampu bersaing secara internasional. Kompetensi SDM di bidang angkutan multimoda masih perlu ditingkatkan. Lembaga sertifikasi profesi di bidang angkutan multimoda juga belum terbentuk.

"Lembaga atau unit kerja yang terkait dengan penyelenggaraan angkutan antarmoda/multimoda terdiri dari beberapa lembaga, sehingga diperlukan koordinasi," paparnya.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Ayodhia G L Kalake dalam kesempatan ini menjelaskan, dengan diluncurkan Batam Logistic Ecosistem (BLE) akan menyederhanakan proses logistik di pelabuhan, mempersingkat waktu layanan, dan berlaku selama 24 jam per minggu

"BLE diharapkan mampu mendorong lebih banyak investasi masuk. Sistem BLE ini perlu untuk dijadikan percontohan untuk digunakan secara nasional nantinya di berbagai pelabuhan di Indonesia," ujar Ayodhia.

Sedangkan VP Terminal PT Kereta Api Logistik, Didik Harijanto menjelaskan value chain kereta api dalam kegiatan transportasi multimoda. Dikatakannya, KAI Logistik memiliki integrated pricing strategy yang menghubungkan antar first/last mile service.

"Hal itu menghubungkan produsen di hulu yang ada dengan integrasi moda yang ada di hilir," jelas Didik.

Sementara itu Ketua Indonesian Multimodal Transport Association (IMTA) Siti Ariyanti mengharapkan, dengan adanya aturan yang dibuat pemerintah, akan memudahkan jasa logistik.

"Kegiatan multimoda transport dari dulu sudah dilakukan dalam proses pengiriman barang dari satu poin ke poin yang dituju. Diharapkan dengan berbagai aturan yang dibuat pemerintah tentang multimoda diharapkan bisa lebih memudahkan dan menguntungkan semua pihak dan  bisa menekan biaya logistik di Indonesia,” ujarnya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement