Sabtu 07 Aug 2021 14:36 WIB

Komisi IX Minta Pemerintah Terukur Tangani Covid-19

Nakes sudah berdarah-darah, tapi insentif belum dibayarkan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Emanuel Melkiades Laka Lena.
Foto: Istimewa
Emanuel Melkiades Laka Lena.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR, Emanuel Melkiades Laka Lena masih melihat adanya kebijakan yang tak maksimal dalam penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Untuk itu, ia meminta agar pemerintah lebih tepat dan terukur dalam menerapkan kebijakan penanganan pandemi ke depannya.

"Kami betul-betul mendorong agar pemerintah di semua jenjang betul-betul mengalokasikan semua energi mereka dengan benar, tepat, dan terukur," ujar Melki dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (7/8).

Melki mengaku masih melihat banyaknya pemerintah daerah tak bisa menjalankan kebijakan dari pemerintah pusat. Salah satunya, terkait insentif tenaga kesehatan, karena di sejumlah daerah ada yang belum dibayarkan.

"Orang sudah berdarah-darah urus Covid dari awal, bahkan ada yang belum bayar sama sekali sampai sekarang. Ada yang sudah bayar, tapi dia (pemda) baru bayar sebagian bulan," ujar Melki.

Di samping itu, ia menilai protokol kesehatan (prokes) merupakan tindakan paling nyata untuk menghindari potensi penularan Covid-19. Namun, meskipun sudah disosialisasikan sejak awal pandemi, hal tersebut masih belum sempurna dijalankan oleh semua pihak.

"Kebijakan apapun terkait penanganan Covid ini, itu yang utama adalah menyangkut prokes itu jalan di lapangan. Ini yang kita pidato dari awal Covid, itu masih belum bisa jalan," ujar Melki.

Protokol kesehatan, kata Melki, merupakan perilaku baru manusia yang mau-tidak mau harus dijalankan di tengah pandemi. Namun justru sebaliknya, ada kecenderungan orang-orang akan sedikit melonggarkan prokesnya ketika kasus infeksi Covid-19 menurun.

"Justru di saat kita mulai menurun ini, mulai terkendali ini, ada kecenderungan kita akan lengah. Nah memastikan protokol kesehatan ini jalan di lapangan adalah yang utama," ujar Melki.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement